Kebijakan B20 Tak Mulus, Pemerintah Hitung Ulang Penghematan Devisa

Arief Kamaludin | Katadata
Biodiesel murni dan campuran solar dengan kadar 10 dan 20 persen.
18/9/2018, 21.27 WIB

Pemerintah menghitung ulang penghematan devisa dari kebijakan pencampuran 20% minyak sawit ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar (Biodiesel 20/B20). Ini karena ada beberapa kendala dalam implementasi kebijakan tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan salah satu kendala yang ada di lapangan adalah minimnya minyak sawit (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) yang akan digunakan sebagai campuran Solar. "Kami belum selesai, rekonsilisasi dulu," kata dia di Jakarta, Selasa (18/9).

Awalnya, pemerintah menargetkan penghematan dari kebijakan B20 sebesar US$ 2,3 miliar hingga akhir tahun. Penghematan ini didapat dari berkurangnya impor BBM Solar.

Namun, menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan angka itu bukan untuk tahun ini. Angka US$ 2,3 miliar adalah target setahun penuh. “Tidak setahun ini, kan September, Oktober, November, Desember," ujar dia.

Arcandra belum mau menyebut penghematan yang akan dicapai. Itu masih menunggu rekonsiliasi data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Direktur Jendral Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto pernah mengatakan implementasi program B20 sejak diluncurkan awal September 2018, telah mencapai 80%. “Setiap minggu akan kami pantau," kata dia.

Pemerintah menargetkan mandatori B20 bisa diimplementasikan secara penuh per akhir September 2018. Saat ini memang program itu masih mengalami kendala seperti sistem pengangkutan kapal dan distribusi yang masih terbatas.

Sebagai contoh, PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang masih membutuhkan pengiriman FAME (Fatty Acid Methyl Ester) karena baru memulai proses pengangkutan pada 19 September 2018. Adapun kapal yang menyuplai FAME ke KPC memiliki jadwal keberangkatan sebulan sekali, sehingga persentase penyaluran B20 masih belum bisa optimal.

Namun ada beberapa upaya untuk menyelesaikan masalah itu. Salah satunya dengan memberi informasi terkait jadwal distribusi kapal pengangkut minyak nabati tersebut.

Pemerintah juga akan bertindak tegas dengan mengenakan sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak belum menggunakan B20 dengan alasan yang tak jelas. Namun, jika faktor kendalanya masih dapat ditoleransi, pemerintah belum akan menjatuhkan sanksi.

(Baca: Dua Pekan Diluncurkan, Realisasi Penggunaan B20 Telah Mencapai 80%)

Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018. Badan usaha yang tidak menjalankan aturan ini dikenai sanksi sebesar Rp 6 ribu per liter.

Reporter: Anggita Rezki Amelia