PT Pertamina (Persero) menyiapkan sejumlah langkah menghadapi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Tujuannya agar pelemahan Rupiah tidak mengganggu roda bisnis. Apalagi, perusahaan pelat merah ini masih melakukan impor yang sensitif terhadap dolar.
Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas'ud Khamid mengatakan langkah pertama adalah menjalankan program pencampuran minyak nabati atau sawit ke Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 20% (B20). Ini akan mengurangi impor. "Paling tidak 20% dari volume solar itu yang harusnya tadi impor, nanti akan berkurang dengan menggunakan biodiesel," kata dia di Jakarta, Rabu (6/9).
Kedua, melakukan pembelian minyak jatah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri, agar impor berkurang. Selama ini Pertamina membeli minyak bagian negara untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri.
Ketiga, efisiensi di sektor operasional seperti mengurangi penggunaan barang impor pada proses pembangunan proyek. Jadi, Pertamina akan meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Pertamina akan membuat daftar perusahaan dalam negeri yang bisa menunjang proyek-proyek Pertamina. Sejauh ini penggunaan komponen lokal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi ini sudah mencapai 50%. Kebutuhan Pertamina akan barang lokal seperti pipa, selama ini dipasok Krakatau Steel.
Tak semua proyek Pertamina juga butuh impor. Mas’ud mencontohkan beberapa proyek Pertamina yang sudah bisa didukung oleh TKDN diantaranya revitalisasi lahan, pembangunan pelabuhan/jetty, dan reparasi tangki penyimpanan.
Seperti diketahui, dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat alami gejolak. Bahkan, hampir menyentuh Rp 15.000 per US$.
Namun, pelemahan Rupiah ini tidak serta merta membuat Pertamina menunda sejumlah proyek strategis, misalnya proyek pembangunan tangki elpiji di Indonesia Timur. Menurut Mas'ud proyek tersebut akan tetap jalan lantaran kebutuhan akan elpiji di Timur sangat diperlukan.
(Baca: Proyek Hulu Migas dan Kilang Tak Ditunda meski Rupiah Melemah)
Pertamina juga tidak akan menaikkan harga BBM di tengah melemahnya Rupiah. Tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat. Masúd mengatakan masyarakat dengan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 2 juta per bulan tidak kuat untuk membeli BBM jika harganya naik.
Untuk itu Pertamina tidak menaikkan harga agar masyarakat menengah ke bawah tetap bisa mengakses BBM dengan harga yang terjangkau. "Kami ingin ikuti harga crude, tapi daya beli tidak kuat, karena ini kebutuhan primer. Jadi sampai hari ini Pertamina tidak naikkan harga BBM," kata Mas’ud.
Mas'ud pun menghimbau agar masyarakat menengah atas agar tidak membeli Premium. Ini karena sudah ada beberapa jenis BBM kualitas di atas Premium yang bisa dibeli masyarakat menengah ke atas, seperti Pertalite atau Pertamax.