Hingga saat ini belum semua perusahaan penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) menandatangani kontrak pembelian minyak nabati. Padahal kebijakan wajib mencampur minyak nabati sebesar 20% ke Bahan Bakar Minyak (BBM) atau B20 mulai diterapkan 1 September 2018 nanti.
Per hari ini hanya dua perusahaan penyalur BBM yang menandatangani kontrak dengan pemasok minyak nabati (Fatty Acid Methyl Esters/FAME). Mengacu Keputusan Menteri ESDM Nomor 1936 K/10/MEM/2018, seharusnya ada 11 penyalur BBM yang menandatangani kontrak.
Adapun, perusahaan yang sudah menandatangani kontrak tersebut adalah ExxonMobil Lubricant Indonesia. ExxonMobil menandatangani kontrak dengan PT Cemerlang Energi Perkasa, PT LDC Indonesia dan PT Sinarmas Bio Energy. Dengan kontrak itu, ExxonMobil mendapatkan pasokan 73.050 kiloliter (KL) minyak sawit tiga perusahaan tersebut.
Perusahaan lainnya yang sudah menandatangani kontrak adalah Petro Andalan Nusantara. Perusahaan ini berkontrak dengan PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Multi Nabati Sulawesi. Total pasokannya sebesar 60.000 KL.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan sembilan perusahaan lainnya yang belum menandantangani kontrak sebenarnya sudah memiliki kesepakatan pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA). Namun, mereka belum bisa meneken kontrak karena harus mendetailkan isi kontrak.
Namun, Djoko menargetkan perusahaan itu bisa segera menandatangani kontrak. “Dari HoA nanti kami lihat kurang-kurangnya satu hingga dua hari akan dituangkan di kontrak," kata dia di Jakarta, Rabu (29/8).
Salah satu perusahaan yang belum menandatangani kontrak adalah PT Pertamina (Persero). Ini karena belum mendapatkan kepastian pasokan. Seharusnya produsen minyak nabati minyak nabati ke setiap kilang Pertamina untuk dicampur dengan BBM.
Namun produsen minyak nabati keberatan untuk mengantarkan pasokan ke titik TBBM Pertamina yang umumnya berada di wilayah terpencil dan jauh tersebut. Jumlahnya mencapai 52 titik.
Namun, kendala itu sudah teratasi dalam rapat koordinasi antara produsen minyak nabati dan Pertamina. Nantinya, produsen minyak nabati itu hanya memasok ke 13 tangki utama Pertamina. Di 13 tangki itu dilakukan pencampuran, kemudian dipasok ke 52 depot.
(Baca: Pertamina Kekurangan Pasokan Minyak Nabati untuk Penerapan B20)
Pertamina seharusnya menyerap minyak nabati 595.168 kiloliter (KL). Selain Pertamina, badan usaha yang belum menandatangani kontrak sebagai berikut:
1. PT Pertamina (persero), 595.168 Kl
2. PT AKR Corporindo Tbk, 120.800 Kl
3.PT Exxonmobil Lubricants Indonesia, 73.050 Kl
4. PT Jasatama Petroindo, 26.400 Kl
5. PT Petro Andalan Nusantara, 60.000 Kl
6. PT Shell Indonesia, 21.040 Kl
7. PT Cosmic Indonesia, 1.640 Kl
8. PT Cosmic Petroleum Nusantara, 4.309 Kl
9. PT Energi Coal Prima, 26.400 Kl
10. PT Petro Energy, 1.600 Kl
11. PT Gasemas, 10.000 Kl
Adapun pengadaan minyak nabatinya dilakukan oleh 19 perusahaan berikut ini:
1. PT Wilmar Bioenergi Indonesia,
2. PT Wilmar Nabati Indonesia,
3. PT Multi Nabati Sulawesi,
4. PT Pelita Agung Agrindustri,
5. PT Ciliandra Perkasa,
6. PT Musim Mas,
7. PT Inti Benua Perkasatama,
8. PT Sukajadi Sawit Mekar,
9. PT Darmex Biofuels,
10. PT Bayas Biofuels,
11. PT Dabi Biofuels,
12. PT Smart Tbk,
13. PT Sinarmas Bio Energy,
14. PT Cemerlang Energi Perkasa,
15. PT Kutai Refinery Nusantara,
16. PT Tunas Baru Lampung Tbk,
17. PT Permata Hijau Palm Oleo,
18. PT Batara Elok Semesta Terpadu,
19. PT LDC Indonesia.
Mengenai harga, menurut Djoko, 19 produsen minyak nabati tersebut menjual minyak nabatinya kepada 11 perusahaan itu dengan Harga Indeks Pasar (HIP) Solar. "Kan ada selisih Rp 500 per liter dari harga sawit. Itu dibayar Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), dananya cukup," ujar dia.