Pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) meminta para calon presiden dan wakil presiden memperhatikan iklim investasi. Apalagi  Indonesia juga masih membutuhkan energi fosil dan pemasukan devisa dari industri migas sebagai penopang pertumbuhan ekonomi.

Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin mengatakan dalam dunia investasi, Indonesia harus berkompetisi dengan negara tetangga untuk menarik dana masuk. “Kami sebagai pelaku migas berharap siapapun yang terpilih, mempunyai pandangan dan rencana ke depan bagaimana meningkatkan produksi migas dan memperbaiki iklim investasi,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (10/8).

Sementara itu, mengacu hasil survei dari Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang dilakukan pada beberapa partisipan perusahaan migas terhadap kegiatan eksplorasi di Indonesia pada 2016 lalu, tercatat hanya 20% responden akan meningkatkan kegiatan eksplorasi di Indonesia. Sisanya 61% responden menyatakan tidak. Sementara 19% responden tidak menjawab.

Adapun, realisasi investasi migas enam bulan pertama tahun ini hanya US$ 5,11 miliar, yang terdiri dari investasi hulu US$ 3,9 miliar dan hilir US$ 1,21 miliar. Angka tersebut tak sampai sepertiga dari target tahunan yang dipatok US$ 16,8 miliar.

Tak hanya itu, Moshe juga berharap ada keseimbangan yang tepat antara sikap nasionalisme dan pertumbuhan industri."Karena bagaimanapun juga kemampuan BUMN maupun negara masih terbatas dan masih membutuhkan investasi asing, walaupun perusahaan Indonesia harus tetap diprioritaskan dan dijadikan besar," kata dia.



Mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari mengatakan pada dasarnya investor migas akan berkonsentrasi pada beberapa hal yang selama ini dianggp kendala dalam berinvestasi. Di antaranya adalah kepastian dalam investasi, kemudahan perizinan dan ketentuan fiskal.

Selain melihat kestabilan politik selama pemilihan presiden (pilpres) dengan munculnya nama-nama pasangan calon, investor akan melihat pemahaman mereka pada persoalan investasi. “Investor berharap banyak kepastian ini,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Jumat (10/8).

Investor mungkin tidak memiliki tertarik siapa yang akan menjadi presiden, tapi lebih pada siapa yang menjadi pengisi kabinetnya. Alasanannya selama ini kabinet yang lebih berperan dalam operasi di lapangan.

“Kalau memang begitu, kemungkinan investor migas akan ‘menunggu’ waktu yang tepat untuk berinvestasi besarnya setelah pemilhan dan mungkin malah menunggu susunan kabinet. Untuk proyek yang ada saya kira tetap berjalan seperti biasa,” ujar Rovicky.

(Baca: Realisasi Pengeboran Sumur Eksplorasi Migas di Bawah Target)

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar tidak terlalu khawatir terhadap adanya pilpres 2019 terhadap kepastian investasi migas di Indonesia, karena sudah ada kontrak. "Apa yang sudah kami putuskan, dan kontrak yang sudah ditandatangani itu sudah kepastian," kata dia. 

Reporter: Anggita Rezki Amelia