Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 terpaksa harus dihentikan sementara. Penyebabnya adalah tertangkapnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemilik saham BlackGold Natural Resources Limited, yang terafiliasi dengan konsorsium proyek pembangkit berbahan bakar batu bara tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap.
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Sofyan Basir mengatakan proyek itu akan dihentikan sampai ada kejelasan status hukumnya. “Sampai kapan, tidak tahu. Sampai putus hukumnya,” kata dia di Jakarta, Senin (16/7).
Seperti diketahui, Jumat lalu (13/7), KPK menangkap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budistrisno Kotjo. Eni diduga menerima uang suap sebesar Rp 500 juta dari Johannes.
Suap ini merupakan transaksi keempat yang diterima Eni. Pertama, terjadi Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar. Kedua, Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar. Ketiga, 8 Juni 2018 sebanyak Rp 300 juta.
Dugaan awal, Eni disuap untuk memuluskan proses penandantanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Proyek pembangkit berbahan bakar batu bara ini digarap perusahaan konsorsium yang terdiri dari China Huadian Enginerring Co, Ltd (CHEC), PT Samantaka Batu Bara, PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB), dan PT PLN Batu Bara (PLN BB).
PJB dan PLN BB merupakan anak usaha PLN. Sedangkan Samantaka Batubara adalah anak usaha BlackGold Natural Resources Limited.
BlackGold melalui anak perusahaannya, PT. Samantaka Batu Bara, memiliki konsesi batu bara dengan luas area 15.000 hektare. Selain itu, memiliki lebih dari 500 juta ton sumber daya batu bara.
Pembentukan konsorsium itu mengacu pokok-pokok perjanjian (Heads of Agreement/HoA) yang diteken 15 September 2017. HoA ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian sebelumnya yang diteken 28 Desember 2015 tentang bergabungnya BlackGold ke konsorsium CHEC untuk ikut tender PLN dan 12 Juni 2017 tentang syarat dan ketentuan antara CHEC dan BlackGold.
Dalam kesepakatan itu, PJB akan ditunjuk sebagai pemimpin proyek. CHEC bertugas untuk mengamankan pendanaan. Adapun Samantaka dan PLN BB yang akan memasok batu bara ke pembangkit. Pasokan itu dari konsensi penambangan Samantaka. Jangka waktu pasokan ditentukan sesuai masa perjanjian jual beli listrik (PPA).
(Baca: Membedah Proyek yang Bikin Rumah Dirut PLN Digeledah KPK)
Proyek tersebut masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018 -2027. Targetnya, pembangkit ini bisa selesai sekitar 2023 hingga 2024. Nilai proyeknya mencapai US$ 900 juta.