Pemerintah Beri Waktu Enam Bulan ke Freeport Bereskan Isu Lingkungan

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua.
Penulis: Rizky Alika
5/7/2018, 22.01 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan tenggat kepada PT Freeport Indonesia untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup. Ini merupakan salah satu kendala dalam proses divestasi.

Menteri LHK Siti Nurbaya memberikan tenggat sejak Mei lalu. “Saya kasih transisinya paling tidak sampai enam bulan dari bulan Mei," kata dia di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (5/7).

Menurut Siti, Kementerian LHK sudah memeriksa  perusahaan asal Amerika Serikat itu sejak September tahun lalu. Sebulan kemudian, akhirnya pemerintah menjatuhkan sekitar 37 hingga 40 sanksi permasalahan lingkungan yang harus diselesaikan.

Dari jumlah tersebut, sudah berhasil diselesaikan 30. “Yang belum selesai yang berat-berat,” kata Siti.

Salah satu permasalahan yang belum selesai adalah status Izin Pinjam Pakai Hutan (IPPKH). Namun, proses ini diharapkan segera selesai. Apalagi Pemerintah Provinsi Papua nantinya akan mendapatkan saham atas PT Freeport Indonesia.

Masalah lainnya dan paling berat adalah limbah tailing. Kementerian LHK meminta volume limbah disesuaikan dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Namun, tailing Freeport mencapai 250 ribu ton per hari. "Jadi satu jam kira-kira 10 ribu ton. Kami minta dia memperbaiki," ujar Siti. 

Namun, menurut Siti harus ada sinergi antara Freeport dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup tersebut. Di satu sisi, Freeport memiliki teknologi untuk mengatasi itu. Di sisi lain, itu harus didukung dengan kebijakan pemerintah.

Siti menyarankan penyelesaian limbah tailing dilakukan dengan cara lain, seperti pembuatan jalan yang dapat dibahas bersama dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Diberesinnya menggunakan gradasi sampe kapan dan pemerintah harus membantu. Tidak mungkin tanpa dukungan pemerintah,” ujar dia.

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian negara akibat operasional PT Freeport Indonesia di Papua sebesar Rp 185,58 triliun akibat pelanggaran lingkungan. Temuan ini dituangkan BPK dalam hasil pemeriksaaan dengan tujuan tertentu atas penerapan kontrak karya Freeport Indonesia tahun anggaran 2013 hingga 2015. 

(Baca: BPK: Potensi Kerugian Negara Akibat Tambang Freeport Rp 185 Triliun)

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono pernah mengatakan salah satu kendala yang belum selesai dalam negosiasi divestasi adalah masalah lingkungan hidup akibat operasional Freeport.  Masalah ini kini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Kewajiban lingkungan kan harus dipenuhi,” ujar Bambang