Chevron Indonesia Company mengajukan perpanjangan kontrak tiga blok minyak dan gas bumi (migas), yakni Makassar Strait, Rapak dan Ganal ke SKK Migas. Tiga blok ini tergabung dalam Proyek Ultra Laut Dalam (Indonesia Deepewater Development/IDD) tahap kedua.
Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar mengatakan pengajuan perpanjangan kontrak ini bersamaan dengan revisi I proposal pengembangan (Plan of Development/PoD) IDD. “Chevron Indonesia Company telah mengajukan revisi I PoD dan proposal perpanjangan tiga Kontrak Kerja Sama (KKS) yang terkait dengan IDD tahap II,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Minggu (1/7).
Kontrak Blok Makassar Strait akan berakhir 2020. Sementara itu, Blok Rapak kontraknya berakhir 2027 dan Blok Ganal habis di tahun 2028.
Meski tidak menyebut jumlahnya, Yanto menyatakan biaya IDD yang merupakan salah satu Proyek Strategis National itu mengalami penurunan. “Cakupan revisi proyek, yang secara siginifikan berhasil mengurangi biaya modal dan operasi, terdiri atas pengembangan lapangan-lapangan Gehem, Gendalo, Gandang, dan Maha,” ujar dia.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas) Wisnu Prabawa Taher mengatakan Chevron mengajukan proposal pengembangan Proyek IDD pada Jumat sore (29/6). “Secara singkat, usulan dari Chevron tersebut yakni revisi Plan of Development (PoD) IDD meliputi Wilayah Kerja Makassar Strait, Rapat dan Ganal,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Jumat (29/6).
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pernah mengatakan pengembangan Proyek IDD memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Ini karena proyek tersebut menggabungkan tiga wilayah kerja yang mempunyai masa kontrak berbeda.
Perbedaan masa kontrak ini juga membuat skema kontrak bervariasi. Jika mengacu aturan, skema setelah kontrak berakhir 2020, Makassar Strait harus menggunakan skema gross split. Sedangkan, Blok Ganal dan Rapak masih menggunakan skema yang memiliki cost recovery hingga kontrak berakhir.
Hal lainnya yang membuat kerumitan adalah sistem perpajakan. Skema cost recovery akan mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2017. Adapun, gross split menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2017.
Selain itu, terdapat perubahan biaya proyek IDD dari nilai awal yang diajukan Chevron. Awalnya, menurut dia biaya proyek yang dikelola Chevron Indonesia itu bisa menjadi sekitar US$ 6 miliar.
(Baca: Chevron Tak Jadi Ajukan Biaya Proyek IDD Sekitar US$ 6 Miliar)
Arcandra belum mau menyebutkan angka pasti yang diajukan Chevron. Namun, informasi yang diperoleh Katadata.co.id, angka yang diajukan Chevron di atas US$ 6 miliar.