PT Arutmin Indonesia (Arutmin) menyatakan telah kehilangan pendapatan sebesar Rp 277 miliar akibat kebijakan penerapan harga batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) untuk kebutuhan pembangkit listrik. Aturan itu mewajibkan Arutmin menjual batu bara dengan harga batu bara sebesar US$ 70 per ton.
Chief Executive Officer Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan sejauh ini perusahaannya sudah memasok batu bara untuk dalam negeri sebanyak 3,25 juta ton. Adapun, hingga Mei produksi Arutmin mencapai 13 juta dari target sepanjang tahun sebesar 28,8 juta ton. “Kami sudah memenuhi DMO 25 persen volume," kata dia di dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VII DPR, Kamis (24/5).
Selain Arutmin, PT Kaltim Prima Coal (KPC) juga bernasib sama. Komisaris KPC Sri Damayanti mengatakan selama Maret hingga Mei 2018 ada penurunan pendapatan sebesar Rp 957 miliar akibat kebijakan DMO batu bara.
Adapun realisasi penjualan batu bara KPC sampai kini sudah mencapai 17,5 juta ton. Perinciannnya untuk domestik 4,6 juta ton, dan sisanya dikspor.
Seperti diketahui, pemerintah telah mematok harga batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri maksimal di level US$ 70 per metrik ton. Ini sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang Harga Jual Batu Bara untuk Kepentingan Umum.
Keputusan menteri itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Kemudian Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.
Isi dari Keputusan Menteri Nomor 1395K/30/MEM/2018 itu adalah PLN bisa membeli harga batu bara dalam negeri dengan harga US$ 70 per metrik ton. Jika Harga Batu Bara Acuan/HBA di atas US$ 70 per metrik ton, PLN tetap membeli dengan harga US$ 70 per metrik ton.
(Baca: Tak Pasok Batu Bara ke Domestik, Perusahaan Akan Dilarang Ekspor)
Namun jika HBA di bawah US$ 70 per metrik ton, PLN bisa membeli harga rendah. “Pokoknya PLN tidak boleh lebih dari US$ 70 per metrik ton. Kalau ada yang lebih rendah dari US$ 70 per metrik ton, diambil harga yang rendah,” kata Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/3).