Kenaikan harga minyak dunia ternyata bisa berpengaruh positif terhadap keuangan negara. Negara memperoleh keuntungan Rp 300 miliar dari setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 1 per barel.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto mengatakan dari data Badan Kebijakan Fiskal (BKF) setiap kenaikan harga US$ 1 per barel, penerimaan negara bertambah sekitar Rp 2,8 triliun hingga Rp 2,9 triliun. Namun, kenaikan harga minyak bumi juga membuat subsidi energi bengkak sekitar Rp 2,5 triliun hingga Rp 2,6 triliun. 

Jadi, masih ada selisih antara kenaikan penerimaan dan subsidi. “Masih ada windfall profit sekitar Rp 300 miliar,” kata dia di Jakarta, Rabu (23/5).

Atas dasar itu, pemerintah optimistis bisa menghadapi harga minyak yang mengalami tren kenaikan. Apalagi, Indonesia pernah mengalami hingga harga mencapai US$ 100 per barel dan subsidi Bahan Bakar Minyak mencapai Rp 300 triliun.

Adapun harga minyak jenis Brent Rabu (23/5) mencapai US$ 78,95 per barel. Sedangkan jenis West Texas Intermediate sebesar US$ 71,70 per barel. Sementara itu, harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 hanya US$ 48 per barel.

Saat ini subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) hanya untuk jenis Solar dengan besaran Rp 500 per liter.  “Kebetulan kita pernah alami subsidi sampai Rp 300 triliun dan pernah mengalami harga minyak yang lebih dari US$ 100 per barel. Mudah-mudahan dengan pengalaman ini kami masih bisa bertahan untuk mengelola dan mengatasi kondisi seperti ini,” ujar dia.

(Baca: Harga Minyak Jadi Salah Satu Tantangan Utama Ekonomi Indonesia 2018)

Sementara itu, dana windfall profit itu akan digunakan sebagai tambahan subsidi Solar. Tambahan subsidi ini karena harga Solar tidak boleh naik hingga 2019. Kementerian ESDM mengusulkan tambahan subsidi Rp 1.000 per liter.