PT Pertamina (Persero) berencana mengubah lokasi pembangunan Kilang Minyak Tuban ke lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Ini karena lokasi awal yang merupakan lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih menghadapi kendala kepemilikan.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan awalnya memang kilang tersebut akan dibangun di lahan KLHK dengan skema Kerja Sama Pemanfaatan (KSP). Rencana ini pun sudah mendapat restu dari Kementerian Keuangan.

Namun, mitra Pertamina dalam membangun kilang minyak itu, yakni Rosneft keberatan dengan skema bagi hasil dan penyerahan aset pada akhir masa pakai tersebut. Perusahaan asal Rusia itu ingin adanya kepemilikan lahan tersebut.

Alhasil, saat ini Pertamina berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menggunakan skema tukar menukar lahan. Jadi lahan KLHK akan ditukar dengan aset Pertamina.  Ini dimungkinkan karena izin prinsip dari Menteri Keuangan untuk skema KSP berakhir 14 Maret 2018. Jika skema tukar menukar ini disetujui Menteri Keuangan, langkah selanjutnya meminta persetujuan Presiden Joko Widodo.

Akan tetapi, jika skema tukar menukar ditolak, Pertamina menyiapkan alternatif lain. “Jadi kami cari opsi lain dengan menggunakan lahan milik BUMN lain yakni PTPN," kata Nicke dalam rapat dengar pendapat Pertamina dengan Komisi VII DPR, di Jakarta, Rabu (23/5).

Adapun alternatif lahan tersebut adalah lahan milik PTPN XI dan XII di Asembagus Situbondo Jawa Timur. Luasnya mencapai 807 hektar.

Pertamina juga sudah melakukan kajian awal dan menyatakan layak lahan itu untuk digunakan sebagai alternatif lokasi kilang Tuban. Hasilnya, luas lahan sesuai kebutuhan kilang. Ini karena kedalaman laut 35 meter dan hanya 3,5 meter dari pantai, jadi sangat tepat untuk penerimaan minyak mentah lewat kapal VLCC3.

Status PTPN sebagai BUMN ini bisa mempercepat pengalihan kepemilikan. Pertamina dan PTPN akan mempersiapkan pembuatan nota kesepahaman, yang prosesnya dikoordinasikan Kementerian BUMN.

Lahan itu juga jauh dari pemukiman penduduk sehigga gejolak sosial minim. Infrastruktur pendukung seperti Tol Probowangi, Bandara Banyuwangi, Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Banyuwangi, dan kawasan industri Wongsorejo pun sudah tersedia.

Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Heru Setiawan mengatakan nantinya lahan PTPN itu akan diakusisi. Jadi, meski ada perubahan lahan, target beroperasi kilang Tuban tetap 2024. Tahun ini ditargerkan proses desain teknik dasar (BED) dan Front End Engineering Design (FEED). "Kami berusaha semaksimal saja," ujar dia. 

Saat ini, Pertamina juga melakukan pengadaan lahan tambahan di Desa Mentoso dan Remen seluas 219 hektare (ha). Bahkan proses ini sudah mencapai sosialisasi publik. Permohonan opini hukum ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN) mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan kilang termasuk kategori kepentingan publik juga sudah disampaikan. Kini perusahaan pelat merah itu berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Timur untuk penetapan lokasi.

Selain itu, Pertamina telah meminta insentif libur pajak atau tax holiday kepada Kementerian Keuangan untuk proyek-proyek kilang Pertamina, termasuk Tuban. Ini agar proyek itu ekonomis.

Kilang Tuban nantinya memiliki kapasitas 300 ribu bph,targetnya akan beroperasi ada 2024. Total investasinya mencapai US$ 15 miliar. (Baca: Pertamina Naikkan Kapasitas Kilang Tuban Jadi 400 Ribu Barel)

Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengaku kurang yakin proyek kilang Pertamina bisa berjalan karena tidak dibiayai secara mandiri. "Jadi bangun kilang itu lebih banyak melesetny. Coba lihat berapa tahun Pertamina bisa kumpul uang untuk membangun ini, padahal sudah di-announce 1996, tapi sampai sekarang tidak berjalan," kata dia.

Reporter: Anggita Rezki Amelia