Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi impor gas belum akan terjadi dalam lima tahun ke depan. Penyebabnya karena sesuai neraca gas yang tengah difinalisasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), permintaan gas domestik masih rendah.
Kepala Divisi Monetisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Waras Budi Santosa mengatakan salah satu yang paling mempengaruhi turunnya permintaan gas domestik ini adalah rendahnya konsumsi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN. Padahal PLN merupakan penyerap utama gas di dalam negeri. Apalagi ada proyek listrik 35 ribu Megawatt (MW).
Penurunan serapan gas ini juga sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2018 hingga 2027. Dengan dipangkasnya pembangkit listrik berbahan bakar gas, maka kebutuhannya juga menurun. Waras memperkirakan sekitar 40% penggunaan bahan bakar gas pada pembangkit listrik PLN dipangkas dalam RUPTL saat ini.
SKK Migas memperkirakan potensi gas yang tidak terserap oleh PLN tahun ini sebesar 120-150 mmscfd. Salah satu potensi gas yang tidak terserap oleh PLN itu bersumber dari proyek train 1-2 Tangguh di Papua Barat.
Alhasil pasokan gas untuk domestik masih surplus. Dengan begitu impor gas akan terjadi 10-15 tahun. "Kami ada potensi impor tapi rentangnya 2029 hingga 2030-an, dengan catatan PLN yang sekarang ini seperti RUPTL 2018 yang telah disetujui," kata Waras di sesi diskusi ajang Indonesian Petroleum Association (IPA) ke 42, di Jakarta, Jumat (4/5).
Agar potensi gas itu bisa terserap di dalam negeri, Kementerian ESDM pun mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1790 K/20/MEM/2018. Aturan itu merupakan revisi dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 1750 K/20/MEM/2017 tentang penetapan alokasi dan pemanfaatan gas bumi untuk penyediaan tenaga listrik oleh PLN. Dengan keluarnya aturan ini maka gas yang tak terserap oleh PLN bisa dialihkan ke sektor yang lain seperti industri.
Faktor lainnya adalah belum optimalnya penyerapan gas untuk industri. Waras mencontohkan untuk industri di Jawa Barat penyerapan gas pipa untuk kebutuhan pabrik masih 70% dari kapasitas pipanya.
Di sisi lain, beberapa proyek migas juga akan beroperasi seperti Blok Masela, Tangguh, Jambaran Tiung Biru, Proyek Jangkrik, dan proyek ultra laut dalam (Indonesian Deepwater Development/IDD), East Natuna. Potensi gas yang bisa dihasilkan dari proyek ini sebesar 1.000 juta kaki kubik per hari (mmmscfd).
Sementara itu, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara/PGN Tbk Jobi Triananda Hasjim mengatakan pihaknya berupaya untuk menciptakan pasar gas di domestik agar terus tumbuh. Caranya dengan membangun infrastruktur gas.
Ini sejalan dengan rencana PGN yang menjadi bagian dari holding migas untuk mengekspansi pembangunan infrasturktur gas ke Indonesia Timur karena 70% cadangan gas ada di sana. Dengan demikian bisa menciptakan pasar gas yang lebih signifikan di Indonesia.
(Baca: Cadangan Gas Bumi Indonesia Berpotensi Meningkat dari 3 Proyek)
Menurut Jobi dengan terbangunnya infrastruktur di area timur Indonesia, pasar gas akan muncul dan tumbuh. Alhasil gas juga bisa lebih murah. "Kami akan kerjasama dengan Kementerian ESDM dan PLN,” ujar dia.