Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan beberapa potensi pengembangan ladang migas di Indonesia. Jika ladang migas itu dikembangkan bisa meningkatkan produksi dan mengurangi selisih antara konsumsi dan produksi.

Sekretaris SKK Migas Arif S. Handoko mengatakan ada 74 dari 128 cekungan yang belum dikembangkan. “Ini peluang bagi industri hulu untuk memacu eksplorasi," ujarnya saat diskusi di Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Senin (16/4).

Dari total 128 cekungan tersebut,hanya 18 yang sudah berproduksi. Sementara, 12 lainnya sudah dilakukan pengeboran dengan penemuan. Lalu, 24 cekungan sudah dibor namun tanpa penemuan.

Dengan mengembangkan potensi tersebut harapannya bisa  mendongkrak produksi migas nasional. Apalagi, saat ini selisih antara kebutuhan dan pasokan minyak semakin besar.

Sebagai gambaran, tahun 1974, Indonesia bisa memproduksi minyak hingga 1,7 juta barel per hari (bph). Namun, sejak awal Januari hingga akhir Maret 2018, produksi siap jual (lifting) minyak hanya 750,6 ribu bph.

Sementara itu, kebutuhan minyak dalam negeri bisa mencapai 1,6 juta bph. Artinya, saat kekurangan pasokan minyak ini dipenuhi melalui impor.

Pengembangan dan eksplorasi di 74 cekungan itu juga untuk meningkatkan cadangan migas. Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak terbukti Indonesia hanya3,3 miliar.

Jika produksi minyak tetap di level 800 ribu bph dan tidak ada temuan cadangan baru, Indonesia tidak mampu memproduksi minyak dalam 11 hingga 12 tahun ke depan."Perlu eksplorasi masif untuk penemuan cadangan baru," kata Arif.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan untuk mendukung eksplorasi di 74 cekungan itu, ada empat hal yang perlu diperhatikan. Empat hal itu yakni memudahkan perijinan, memuluskan pembebasan lahan, meminimalkan pungutan, dan memfasilitasi penyelesaian aspek sosial apabila muncul. 

“Semua itu merupakan langkah bersama untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Amien berdasarkan keterangan resminya akhir pekan lalu.

Adapun untuk tahun ini, nilai investasi di blok eksploitasi, ditargetkan mencapai US$ 13,36 miliar. Kemudian naik menuju US$ 14,35 miliar pada 2019, dan US$ 14,20 miliar pada tahun 2020.

(Baca: Sepuluh Blok Migas di Laut Dalam Siap Dikembangkan)

Sementara itu, nilai investasi blok esplorasi pada 2018 diperkirakan hanya US$ 1,8 miliar. Pada 2019, nilainya naik menjadi US$ 2,1 miliar, dan setahun berikutnya menjadi US$ 2,04 miliar.