PT Pertamina (Persero) menyatakan masih merugi akibat menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Padahal per akhir Maret lalu, perusahaan pelat merah itu sudah menaikkan harga BBM beroktan 90 tersebut.
Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan harga keekonomian Pertalite saat ini seharusnya Rp 8.000 per liter. Namun, yang dijual ke masyarakat hanya sekitar Rp 7.800 per liter. “Selisihnya Rp 200-an lebih. Kan harga minyak naik terus,” kata dia di Jakarta, Selasa (10/4).
Seperti diketahui, 24 Maret 2018, Pertamina sudah menaikkan harga Pertalite sebesar Rp 200 per liter. Sebelumnya, 20 Januari 2018, harga BBM itu sudah naik Rp 100 per liter.
Sementara itu, ke depan, pemerintah akan melarang badan usaha termasuk Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi semaunya. Mereka harus berkonsultasi terlebih dulu dengan pemerintah sebelum mengambil kebijakan harga tersebut.
Jadi badan usaha termasuk Pertamina harus mendapatkan persetujuan pemerintah terlebih dulu sebelum menaikkan BBM. Ini karena kenaikan harga BBM non subsidi bisa memicu inflasi yang berdampak terhadap daya beli masyarakat.
Pemerintah juga akan menghapus batas bawah margin BBM. Alhasil, badan usaha hanya memiliki batas maksimal margin penjualan BBM sebesar 10%. Saat ini margin masih dibatasi batas bawah 5% dan batas atas 10%.
Menurut Iskandar, kebijakan baru itu akan berpengaruh terhadap bisnis Pertamina. "Pasti (terganggu), tapi nominal segala macam belum dihitung," kata dia di DPR, Jakarta, Selasa (10/4).
(Baca: Pengaturan Harga BBM Nonsubsidi Mengancam Bisnis Pertamina)
Namun, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pengaturan harga ini ini tidak membuat badan usaha rugi. Ppemerintah akan tetap menjaga badan usaha tetap untung dalam berjualan BBM nonsubsidi dengan kebijakan baru itu nanti. "Pada dasarnya pasti untung tapi tidak besar," kata dia.