Pembentukan induk usaha (holding) sektor minyak dan gas bumi/migas belum bisa terwujud meski Presiden Joko Widodo/Jokowi sudah menandatangani Peraturan Pemerinah Nomor 6 tahun 2018. Salah satu penyebabnya adalah menunggu Keputusan Menteri Keuangan/KMK mengenai nilai saham pemerintah di PT Perusahaan Gas Negara/PGN (Persero) Tbk ke PT Pertamina (Persero).
Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara/BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan sudah mengirimkan surat mengenai hal itu ke Kementerian Keuangan pada 6 Maret 2018. “Sekarang tinggal menunggu KMK keluar. Insya Allah pekan ini (keluar), lalu Pertamina bisa gelar RUPS," kata dia berdasarkan keterangan resminya, Selasa (20/3).
Sejak Januari 2018, Pertamina dan PGN juga sudah memulai integrasi operasional dengan melakukan pemetaan pengoperasian pipa-pipa gas. Kementerian BUMN juga terus melakukan pembenahan dan persiapan terhadap Pertamina yang akan bertindak sebagai induk holding nantinya.
Salah satu yang dilakukan Kementerian BUMN adalah merombak nomenklatur direksi Pertamina. “Ibu Menteri BUMN menginginkan ada Direktur yang fokus pada pelayanan kepada masyarakat sekaligus menghadapi persaingan yang akan semakin meningkat," ujar Harry.
Holding BUMN Migas akan menyusul holding BUMN pertambangan yang telah terbentuk pada akhir 2017 silam. Serta akan diikuti juga oleh pembentukan empat holding BUMN lainnya.
Menurut Harry, pembentukan holding memiliki banyak keuntungan. Selain terjadi sinergi, holding memperkuat BUMN untuk menghadapi persaingan. "Begitu holding tambang terbentuk, untuk pertama kalinya dalam Republik ini, confidence level kita naik tinggi sekali. Maksudnya apa? kita berani sampaikan pada Freeport bahwa kami siap beli," kata Harry.
Pembentukan holding merupakan arahan Presiden Joko Widodo yang dilontarkan pada akhir Oktober 2015 lalu dalam pertemuan dengan para Direktur Utama BUMN di Istana Negara. Saat itu, Presiden ingin BUMN-BUMN menjadi perusahaan yang besar, lincah dan kuat.
Untuk mencapai hal itu, Jokowi mendorong BUMN agar diperkuat, baik melalui holdingisasi atau joint venture. Dalam prosesnya, pembentukan holding juga telah diawali dengan penyerahan peta jalan (roadmap) BUMN 2015-2019 ke Komisi VI DPR pada akhir tahun 2015.
Adapun holding migas, terbentuk atas amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Pertamina. Aturan yang diteken 28 Februari 2018 itu, merupakan landasan hukum dialihkannya saham negara di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk/PGN kepada PT Pertamina (Persero)/Pertamina.
(Baca: Isi Lengkap Dasar Aturan Holding Migas)
Dalam aturan itu, saham seri B milik negara di PGN akan dialihkan ke Pertamina. Jumlah saham Seri B milik Negara di PGN mencapai 56,96% dari total jumlah saham PGN yang beredar. Pengalihan saham tersebut tidak termasuk Saham Seri A Dwiwarna yang hanya dimiliki oleh Negara RI dengan hak-hak khusus yang tidak dimiliki oleh klasifikasi saham seri B.