Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM Ignasius Jonan meminta Badan Pusat Statistik/BPS mengubah formula menghitung rasio elektrifikasi. Jika selama ini hanya memasukkan data dari jaringan yang dimiliki PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero), BPS ke depan diminta juga mempertimbangkan data nonPLN (off grid).

Formula menghitung rasio elektrifikasi ini perlu diubah karena saat ini kelistrikan di beberapa daerah didukung oleh jaringan listrik off grid. Salah satu contohnya adalah Riau yang memiliki jaringan off grid dengan kapasitas bisa melistriki 1.000 orang.

Alhasil, jaringan nonPLN itu bisa mendorong pemenuhan rasio elektrifikasi. “Ini yang memang kami dorong supaya kalau menunggu semua dari layanan PLN rasio elektrifikasinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Saya mohon off grid dimasukkan dalam definisi rasio elektrifikasi,”kata dia di Kementerian ESDM, Jumat (16/3).

Jonan berharap BPS bisa menyajikan secara rutin data statistik mengenai energi baru terbarukan/EBT. Ini sebagai langkah dukungan pemerintah terhadap pengendalian perubahan iklim di dunia.

Sementara itu, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan tidak menutup kemungkinan adanya perubahan definisi rasio elektrifikasi dengan memasukkan jaringan nonPLN. "Dulu namanya rasio elektrifikasi itu listriknya harus berasal dari PLN. Namun, sekarang dari perkembangan zaman kan banyak yang dari luar PLN," kata dia.

BPS juga akan membantu Kementerian ESDM dalam mengumpulkan data desa-desa yang belum terlistriki oleh jaringan listrik PLN. Dengan begitu harapannya bisa membantu desa-desa yang belum berlistrik mendapatkan jaringan listrik.

Adapun, saat ini rasio elektrifikasi yang tercatat di BPS sudah mencapai 93-95%."Jadi BPS bisa bantu hitung rasio elektifikasi," kata Suhariyanto.

Mengacu data Kementerian ESDM, rasio elektrifikasi terus meningkat setiap tahunnya. Ini karena didukung beberapa sumber energi untuk kelistrikan, salah satunya dari sektor Energi Baru Terbarukan/EBT.

Tahun ini targetnya rasio elektrifikasi bisa mencapai 97,5% lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 91,2%. Sedangkan tahun 2010 hanya 67,2% dan tahun 2013 meningkat menjadi 80,5%.

Dalam kesempatan itu, Menteri ESDM dan Kepala BPS juga menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) tentang Penyediaan, Pemanfaatan, Serta Pengembangan Data dan Informasi Statistik Bidang ESDM. Dengan MoU ini pertukaran data tidak dipungut biaya selama mendukung kebijakan dan bukan untuk komersialiasi.

Data tersebut antara lain konsumsi energi rumah tangga, industri, dan transportasi per wilayah. Data ini untuk menghitung konservasi energi dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).

Data lainnya adalah realisasi dan proyeksi PDRB nasional dan provinsi untuk penyusunan Rencana Umum Ketengaslitrikan Nasional atau RUPTL kedepan. Kemudian data spasial demografi dan kehutanan untuk mendukung perhitungan potensi sumber daya energi terutama tenaga surya.

Selain itu ESDM juga membutuhkan data dari BPS berupa data nilai tambah PDB sektor lain. Data ini untuk menghitung proyeksi kebutuhan dan penyediaan energi.

Adapun ruang lingkup kerja sama ini meliputi beberapa hal. Pertama, penyediaan data dan/atau informasi statistik terkait bidang energi dan sumber daya mineral melalui kegiatan perencanaan, pendataan, pengolahan, analisis, dan/atau penyajian.

Kedua, pemanfaatan data dan/atau informasi statistik terkait bidang energi dan sumber daya mineral untuk data dan/atau informasi yang telah tersedia. Ketiga, pengembangan sistem informasi dan metodologi statistik terkait bidang energi dan sumber daya mineral.

Keempat, pengembangan sumber daya manusia pada bidang statistik serta bidang energi dan sumber daya mineral. Kelima, diseminasi informasi bidang statistik serta bidang energi dan sumber daya mineral. Keenam, kerja sama lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas para pihak.

(Baca: RUPTL 2018-2027 Disetujui, Jonan Pangkas Jumlah Pembangkit Listrik)

Pelaksanaan lebih lanjut atas Nota kesepahaman antara Kementerian ESDM dan BPS ini akan diatur dengan perjanjian Kerja Sama tersendiri dan/atau dokumen hukum lainnya. Nantinya kedua belah pihak melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan sesuai dengan ruang lingkup nota kesepahaman. Nota kesepahaman ini berlaku selama tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani.

Reporter: Anggita Rezki Amelia