Kementerian Perdagangan menerbitkan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) konsentrat untuk PT Freeport Indonesia. Persetujuan ini berlaku satu tahun ke depan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan surat persetujuan ekspor ini akan berakhir 15 Februari 2019. “Sudah disetujui,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (20/2).
Dengan persetujuan itu, perusahaan asal Amerika Serikat ini bisa mengekspor konsentrat hingga 1.247.866 wet ton selama satu tahun. Volume itu mengacu rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kemarin, Kementerian ESDM mengeluarkan surat rekomendasi ekspor. Volume yang disetujui memang lebih rendah dari yang diajukan Freeport sebesar 1.663.916 wet ton. Namun, angka itu lebih tinggi dari periode tahun sebelumnya yakni 1.113.105 wet ton.
Adapun capaian pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) menurut data sebesar 2,4 %. Menurut data Kementerian ESDM, capaian itu lebih besar dari target.
Freeport berencana membangun smelter di Gresik, Jawa Timur sejak 2014. Kapasitasnya 2 juta ton konsentrat.
Atas capaian pembangunan smelter itu, Freeport dikenakan bea keluar sebesar 7,5%. Ini mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13 /PMK.010/2017 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. “Sesuai aturannya segitu,” ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit, Senin (19/2).
Dalam PMK tersebut, ada klasifikasi pengenaan tarif bea keluar sesuai dengan pembangunan smelter. Jika pembangunan fisik smelter di bawah 30%, bea keluarnya 7,5%.
(Baca: Kementerian ESDM Setujui Rekomendasi Ekspor Freeport dan Amman)
Adapun kalau pembangunan smelter lebih dari 30% sampai 50%, bea keluarnya 5%. Kemudian jika lebih dari 50% hingga 75% bea keluarnya 2,5%. Sedangkan jika di atas 75% tidak ada bea keluar.