Pemerintah belum menentukan skema pembentukan induk usaha (holding) sektor minyak dan gas bumi (migas). Namun, dari kajian awal, nantinya PT Perusahaan Gas Negara (Persero)/PGN akan terlebih dulu masuk menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero). Setelah itu PT Pertamina Gas (Pertagas) masuk ke PGN.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Edwin Hidayat Abdullah mengatakan skema penggabungan itu bisa dengan cara Pertagas melakukan right issue (hak memesan efek terlebih dulu), kemudian saham itu diambil PGN. “Ini yang sedang dalam kajian untuk mendapatkan nilai yang paling optimal,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (13/13).
Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng juga menilai peleburan Pertagas ke PGN adalah salah satu skema yang paling efisien. “Kalau mau efisien menurut saya barangkali Pertagas bisa di-collapse, tapi bisa saja berdiri sendiri,” ujar dia di Jakarta, Rabu (13/12).
Namun, Tanri menyerahkan keputusan skema holding itu ke Kementerian BUMN. Alasannya, sampai saat ini Kementerian BUMN adalah pemegang saham PT Pertamina (Persero). Akan tetapi, pihaknya terus mengikuti perkembangan pembahasan mengenai holding.
Menurut Tanri dengan membentuk holding, perusahaan BUMN bisa bersinergi di dalam negeri. Selain itu juga bisa mempunyai kekuatan untuk bernegosiasi dengan perusahaan luar negeri, misalnya dalam hal pengadaan. Ini karena skala perusahaannya sudah besar.
Karena ada sinergi di dalam negeri, maka peserta holding ini juga memiliki kapasitas dalam mencari pendanaan. “Misalkan kalau holding lima perusahaan tapi salah satu di antaranya lemah di keuangan, holding itu yang akan mencari sumber dana,” ujar Tanri.
(Baca: DPR Nilai Holding Migas Merugikan Masyarakat)
Adapun, pembentukan holding tersebut, saat ini masih dalam proses. Salah satu prosesnya adalah mempersiapkan rancangan peraturan pemerintah yang akan menjadi payung hukumnya. Harapannya, kuartal I tahun 2018, holding bisa terbentuk.