Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menanggapi hasil survei Fraser Institute yang menempatkan Indonesia ke dalam 10 negara dengan tingkat iklim investasi minyak dan gas bumi (migas) terburuk di dunia tahun ini. Survei yang dilakukan lembaga riset yang bermarkas di Kanada itu dinilai tidak sesuai dengan fakta yang terbaru.
Menurut Arcandra, survei tersebut masih memasukkan pajak yang dipungut selama masa eksplorasi. “Kenyataannya tidak ada pajak-pajak selama masa eksplorasi. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah mengenai perpajakan skema gross split yang sedang kami kerjakan juga tidak ada pajak sampai first oil,” kata dia di Jakarta, Jumat (8/12).
Sebaliknya, ada beberapa insentif pajak di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2017. Pada masa eksplorasi, bea masuk sudah dibebaskan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan impor tidak dipungut. Pajak Bumi Bangunan ada pengurangan hingga 100%. Sedangkan untuk periode eksploitasi diberikan berdasarkan pertimbangan keekonomian.
Selain itu, biaya pemakaian fasilitas secara bersama dikecualikan dari PPh dan tidak dipungut PPN. Ada juga insentif First Tranche Petroleum (FTP) juga tidak kena pajak. Pengeluaran biaya tidak langsung kantor pusat bukan menjadi objek PPh dan PPN.
Kementerian ESDM juga menilai rilis survei Fraser Institute itu tidak sesuai dengan fakta terbaru. Penilaian itu disampaikan Kementerian ESDM dalam bentuk infografik dua halaman, sebagai hak jawab atas pemberitaan sebelumnya Katadata mengenai hasil survei Fraser tersebut. (Baca: Indonesia Masuk 10 Negara dengan Iklim Investasi Migas Terburuk)
Dalam infografik ini, Kementerian ESDM juga memaparkan bahwa kontrak bagi hasil gross split telah diminati kontraktor kontrak kerja sama. Hal ini tercermin dari hasil sementara proses lelang wilayah kerja migas tahun 2017.
Seperti diketahui, survei Fraser Institue bertajuk “Global Petroleum Survey 2017” mengelompokkan Indonesia ke dalam 10 negara dengan tingkat iklim investasi terburuk tahun ini, bersama Venezuela, Bolivia, Libya, Irak, Ekuador, California, Kamboja, Prancis dan Yaman. Dalam survei yang diterbitkan 28 November 2017 itu, Indonesia menempati posisi 92 dari 97 negara.
Ada dua faktor yang dianggap membuat iklim investasi sektor migas di Indonesia kurang menarik. Pertama adalah adanya perpajakan yang dipungut pada masa eksplorasi. Kedua, adalah skema kontrak bagi hasil gross split.
Survei yang dilakukan Fraser terhadap 333 responden yang merupakan Chief Executive Officer (CEO), presiden direktur, wakil presiden direktur, direktur, manajer, geologis, konsultan, ekonom, bahkan pengacara. Survei ini dilakukan 23 Mei 2017 hingga 28 Juli 2017.
(REVISI: Artikel ini sudah diperbarui tanggal 9 Desember 2017, pukul 23.50 WIB untuk memasukkan dua infografik yang dibuat sendiri oleh Kementerian ESDM sebagai Hak Jawab atas pemberitaan sebelumnya Katadata mengenai "Indonesia Masuk 10 Negara dengan Iklim Investasi Migas Terburuk".)