Pembentukan perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan segera terealisasi. Holding ini dinilai bisa semakin mengembangkan bisnis BUMN tambang yang tergabung di dalamnya, dengan target menjadi salah satu perusahaan yang tercatat dalam 500 Fortune Global Company. Sinergi operasi pun segera dilakukan untuk mengejar target tersebut.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan saat ini tiga BUMN pertambangan yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni PT Antam (Persero) Tbk., PT Timah (Persero) Tbk., dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk., berada di luar 10 besar perusahaan pertambangan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Asia Pasifik.
Di luar perusahaan Tiongkok, Bukit Asam berada di peringkat 18, Antam di peringkat 20, sementara Timah di peringkat 38. "Dengan holding ini, kapasitasnya dia (BUMN tambang) lebih besar, leverage-nya lebih oke," ujar Harry saat konfernsi pers, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (24/11).
(Baca: Termasuk Akuisisi Freeport, Aset Holding Tambang Bakal Tembus Rp 200 T)
Harry menjelaskan dalam jangka pendek, holding ini akan melakukan aksi korporasi dengan sinergi operasional yang lebih maksimal. Adapun, beberapa kegiatan yang akan dikerjakan pembangunan pabrik smelter grade Alumina di Mempawah Kalimantan Barat dengan kapasitas hingga 2 juta ton per tahun, pabrik Ferro Nickel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun, dan PLTU di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang sampai dengan 1.000 MW.
Dalam jangka menengah, Holding tambang ini akan terus melakukan akuisisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi hingga akhirnya memiliki size sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam 500 perusahaan dunia terbaik versi majalah Fortune.
Tanpa pembentukan holding, kata Harry, penguasaan negara melalui BUMN terhadap Sumber Daya Alam (SDA) masih terbilang kecil. Industri Batubara hanya dikuasai sebesar 10-12 persen dengan pangsa produksi 4 persen. Kemudian, industri emas dan tembaga hampir 0 persen, nikel sekitar 11 persen, Bauksit 15 persen. Sementara dengan holding, pemerintah berharap negara dapat meningkatkan penguasaan SDA nasional tersebt.
Menurutnya, dengan adanya holding BUMN, cita-cita melakukan hilirisasi sektor pertambangan dapat terwujud dari. "Jadi tidak lagi mengekspor bahan mentah. Selama ini kan sumbernya dari Indonesia, tetapi yang mendapat nilai tambah yang lain," ujarnya. (Baca: Holding BUMN Dinilai Tak Akan Memonopoli Industri Tambang)
Dia menekankan, meski melepas status BUMN, anak usaha dari holding ini tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Negara tetap memiliki kontrol karena tetap memegang saham Seri A Dwiwarna. Adapun, terkait dengan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), memang hanya induknya (Inalum) yang akan diaudit. Namun, yang diaudit tetap anak usaha di bawahnya.
Sementara itu, Direktur Utama PTBA Ariviyan Arifin menjelaskan perusahaan bisa meakukan sinergi operasi dalam kegiatan pertambangan. Setelah bertransformasi menjadi perusahaan energi, PTBA siap untuk menyediakan dan membangun pembangkit listrik untuk mengoperasikan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter).
"Kalau Antam memerlukan listrik untuk support smelternya, PTBA bisa membangun PLTU-nya. Inalum juga kalau perlu listrik, PTBA bisa support," ujarnya.
Selain itu, terdapat pula langkah-langkah efisiensi yang bisa dibuat dari adanya holding ini. Misalnya, dari sisi pengadaan barang dan jasa dan saling memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki. Terlebih, dengan holding ini, bisa saling mendukung dari segi pendanaan proyek yang dikerjakan.