Kontraktor minyak dan gas bumi (migas) kini bisa mengajukan pembebasan pajak impor melalui sistem online (daring) dan satu pintu. Kebijakan ini akan berlaku mulai tahun depan.
Nantinya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Migas, SKK Migas dan Indonesia National Single Window (INSW) akan bekerja sama untuk mewujudkan sistem itu. Bahkan Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, Dirjen Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dan perwakilan dari INSW sudah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU).
Heru Pambudi mengatakan untuk mengurus pembebasan pajak impor seperti bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai barang impor, dan Pajak Penghasilan atas barang impor, kontraktor migas masih menggunakan berkas fisik. Pola ini akan memakan waktu dan memperpanjang birokrasi, karena mereka harus mengurus berkas pembebasan impor dari satu instansi ke instansi terkait lainnya.
Dengan sistem baru ini, kontraktor mengajukan permintaan pembebasan pajak impor barang operasi melalui sistem dan satu pintu yang dikelola INSW. Setelah itu, INSW mendistribusikan permintaan Kontraktor secara langsung kepada SKK Migas, Ditjen Migas, dan Bea Cukai.
Skema itu diyakini dapat menghemat waktu dan biaya. Jika sebelumnya pengurusan pembebasan pajak impor barang operasi migas memakan waktu 42 hari, kini dengan sistem daring bisa selesai dalam waktu 24 hari. “Ini betul-betul tidak ada lagi hardcopy, karena semuanya sudah full otomasi," kata Heru di Jakarta, Kamis (16/11).
Kontraktor juga bisa menghemat biaya. Ini karena mereka tidak ada lagi melakukan dokumen ke beberapa lembaga, tapi cukup sekali mengajukan ke INSW melalui sistem aplikasi bernama SOFAST. Program ini akan diimplementasikan akhir kuartal I 2018, sekitar Maret atau April.
Di tempat yang sama Ego Syahrial berharap upaya tersebut akan membantu menggenjot investasi hulu migas. Apalagi dengan skema baru ini, kontraktor mendapatkan kemudahan dalam menjalankan operasinya.
Hingga Oktober 2017, realisasi investasi hulu migas baru mencapai US$ 6,4 miliar. Sedangkan target tahun ini adalah US$ 14 miliar. "Kalau melihat tren harga minyak sudah mulai naik, kami harapkan bisa mendongkrak kegiatan hulu migas," kata Ego.
(Baca: Target Investasi Hulu Migas Tahun Ini Diprediksi Tak Tercapai)
Sementara itu, Amien Sunaryadi menilai sistem itu akan berdampak terhadap efisiensi cost recovery (pengembalian biaya operasional). Ini karena ketersediaan barang yang diimpor menjadi lebih cepat. Alhasil proyek pembangunan fasilitas migas bisa menjadi lebih pasti dan cepat. “Kalau proyek pembanguan yang nilainya miliaran dolar bisa lebih cepat satu bulan, itu nilainya lumayan berpengaruh pada turunnya cost recovery," kata dia.