Sri Mulyani Periksa Penyebab Laba PLN dan Pertamina Merosot

Arief Kamaludin|Katadata
2/11/2017, 19.43 WIB

Laba bersih dua perusahaan energi pelat merah, PT Pertamina (Pertamina) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tercatat merosot tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan melakukan penelitian mengenai penyebab kondisi tersebut. Jika penyebabnya adalah penugasan pemerintah, maka pihaknya akan membantu mencarikan solusi kebijakan.

"Kalau itu sebagian berasal dari kebijakan pemerintah, kami akan cari solusi dari kebijakan pemerintah juga. Tapi kalau untuk efisiensi, menutup kebocoran atau memaksimalkan penerimaan, itu urusan manajemen yang kami harap direksi dan manajemen lakukan," kata Sri Mulyani di Kantornya, Kamis (2/11). (Baca juga: Sri Mulyani Surati Jonan dan Rini Soal Risiko Gagal Bayar Utang PLN)

Sri Mulyani menjelaskan, penelitian mendetail akan dilakukan dengan melibatkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan menteri teknis terkait. Ia pun meyakinkan bahwa pihaknya akan terus memantau neraca keuangan seluruh perusahaan milik negara, termasuk soal beban utang dan beban yang ditimbulkan imbas penugasan pemerintah.

(Baca juga: Sejumlah Indikator Keuangan PLN yang Membuat Sri Mulyani Was-was)

PT Pertamina mencatatkan laba bersih US$ 1,99 miliar atau setara Rp 26,8 triliun sepanjang Januari-September 2017. Pencapaian ini turun 27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 2,83 miliar. Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik, menjelaskan penurunan laba bersih ini merupakan dampak dari kenaikan harga minyak sebesar 30%. (Baca juga: Jonan: Alih Kelola Blok Mahakam Jadi Pertaruhan Reputasi Pertamina)

Di sisi lain, laba bersih PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sepanjang Januari-September 2017 hanya mencapai Rp 3,05 triliun, anjlok 72% dibandingkan periode sama tahun lalu. Penyebab utamanya, kenaikan beban usaha dan rugi kurs. (Baca juga: Laba Kuartal III PLN Turun 72% Akibat Beban Usaha dan Rugi Kurs)

Beban usaha tercatat mencapai Rp 200,3 triliun atau naik 11,75% dibandingkan periode sama tahun lalu. Peningkatan beban paling besar adalah pembelian tenaga listrik sebesar 27% menjadi Rp 53,5 triliun. Serta beban lain-lain yang naik 24,9% menjadi Rp 5,8 triliun.

Adapun kerugian kurs mata uang mencapai Rp 2,22 triliun. Padahal, pada periode sama tahun lalu, perusahaan membukukan keuntungan kurs sebesar Rp 3,02 triliun. “Sehubungan dengan fluktuasi kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing, perusahaan dan entitas anak mencatat rugi kurs mata uang asing bersih,” demikian tertulis dalam laporan keuangan PLN.