Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan ada enam proyek yang menjadi capaian pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Keenam proyek hulu migas itu berhasil produksi dan mencapai kesepatan pendanaan selama tiga pemerintahan Jokowi-JK sejak 2014.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan salah satu proyek yang menjadi capaian Jokowi-JK adalah Tangguh Train 3. Meski belum produksi, proyek ini berhasil mencapai keputusan final investasi (financial investment decision/FID) pada 2016.
Tangguh Train 3 ini merupakan satu dari dua proyek gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di dunia yang berhasil mencapai FID di tengah harga minyak yang belum membaik. Adapun proyek LNG lainnya yakni Elba Island di Italia. “Ini bukti bahwa iklim investasi LNG di Indonesia masih menarik," kata Amien di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/10).
Dalam kesepakatan itu, investasi proyek Tangguh sebesar US$ 8 miliar. Adapun kapasitas fasilitas produksinya sebesar 3,8 juta ton per tahun (MTPA). Proyek ini akan beroperasi pada kuartal dua 2020. Proyek tersebut mampu menyerap lebih dari 7.000 tenaga kerja, di mana 30% diantaranya merupakan penduduk lokal Papua.
Adapun 2,85 MTPA LNG dari Tangguh train 3 tersebut dialokasikan untuk PLN. Sementara itu sebesar 20 mmscfd tambahan akan dialokasikan untuk kelistrikan Papua yang pada saat ini sedang dirancang sistem transportasi dan distribusinya bersama Uninversitas dan Pemda setempat.
Selain Tangguh Train 3, ada proyek Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu. Proyek ini telah beroperasi pada 12 Desember 2015 lalu untuk train A, dan 18 Januari 2016 untuk train B. Nilai investasi proyek ini sebesar US$ 3,38 miliar.
Proyek Banyu Urip ini berkontribusi Rp. 2,18 triliun ke Pemda Bojonegoro. Adapun pembangunan fasilitas produksinya melibatkan lebih 18 ribu pekerja dan 460 sub kontraktor. Proyek ini juga dinilai berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal di Bojonegoro.
Capaian lainnya adalah, Lapangan Bangka yang merupakan proyek ultra laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD). Lapangan ini telah beroperasi Agustus 2016 lalu. Produksinya sebesar 100 mmscfd dan 4.000 bph kondensat. Gas dari lapangan ini dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Adapun nilai investasi proyek ini sebesar US$ 6,98 miliar.
(Baca: Dalam 2 Bulan, Lapangan Bangka Proyek IDD Capai Puncak Produksi)
Kemudian, Lapangan Donggi, Matindok dan Senoro. Amien menjelaskan proyek Senoro selesai September 2014 lalu. Kapasitasnya mencapai 310 mmscfd. Saat ini produksinya sekitar 270 mmscfd, dan investasinya US$ 762,1 juta. Sementara Donggi dan Matindok selesai pada April 2017 dengan kapasitas produksi 105 mmscfd, produksinya saat ini sebesar 90 mmscfd, investasinya mencapai US$ 815 juta.
Ada juga, proyek di lapangan Jangkrik di Blok Muara Bakau yang beroperasi Mei lalu. Nilai investasinya mencapai US$ 3,77 miliar. Proyek ini memiliki kapasitas produksi 450 mmscfd. Saat ini produksinya ditingkatkan mencapai 600 mmscfd. Gas tersebut disalurkan menuju kilang Bontang dengan pemanfaatan 50% untuk domestik.
Selain itu ada proyek di lapangan Madura BD di Blok Madura Strait. Nilai investasinya sebesar US$ 642 juta, kapasitas fasilitas produksinya sebesar 100 mmscfd. Adapun proyek ini telah beroperasi Juni lalu.
Produksinya proyek Madura BD ini baru mencapai 46 mmscfd, diharapkan pertengahan November produksinya bisa 100 mmscfd. Ini disebabkan saat ini masih dibangun pipa untuk menyalurkan gas ke Inti Alasindo dan Pertagas yang akan membeli gas dari proyek tersebut. "Kalau pipa kedua perusahaan itu terbangun, maka seluruh produksi 100 mmscfd bisa diprodusikan," kata Amien.