Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun ulang neraca gas Indonesia. Revisi ini dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan gas dengan kondisi saat ini. Selain itu tujuannya melihat perlu tidaknya adanya kebijakan impor gas.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan penyusunan itu dilakukan bersama Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Ego Syahrial supaya lebih akurat dan terpercaya. “Sehingga ke depan kami bisa memprediksi apakah perlu mengimpor Liquefied Natural Gas atau tidak," kata dia berdasarkan situs migas Kementerian ESDM, Jumat (20/10).
Jika mengacu Neraca Gas Bumi Indonesia Tahun 2016-2035, Kementerian ESDM memprediksi Indonesia akan mulai mengimpor gas pada 2019. Total pasokan gas dari dalam negeri saat itu diperkirakan hanya sebesar 7.651 mmscfd, sementara permintaan gas 9.323 mmscfd.
Namun, menurut Arcandra, tahun ini dan 2018 masih banyak produksi gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Indonesia yang belum terserap (uncomitted cargo). Bahkan SKK Migas memprediksi hingga akhir tahun kargo yang terserap sekitar 47,03. Padahal alokasinya ada 61,90 kargo.
Arcandra mengatakan agar gas dalam negeri terserap dengan baik, butuh infrastruktur seperti unit fasilitas penampungan dan regasifikasi (Floating Storage Regasification Unit/FSRU). Namun FSRU ini juga harus disesuaikan dengan rencana PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN.
Koordinasi itu penting karena selama ini pengguna terbesar LNG saat ini adalah PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN. “Kira-kira berapa kebutuhannya, sedang dibicarakan dengan PLN,” ujar Arcandra. (Baca: Kementerian ESDM Utamakan Pembangkit Listrik Batu Bara Daripada Gas)
Saat ini, salah satu FSRU yang ada di Indonesia adalah miliki PT Nusantara Regas. Fasilitas itu terletak di Teluk Jakarta. Direktur Utama Nusantara Regas Tammy Meidharma mengatakan pelanggan terbesar Nusantara Regas saat ini adalah PLN. Meski demikian, perusahaannya juga mempersiapkan diri untuk mendukung pemenuhan gas sektor industri, khususnya wilayah Jawa bagian Barat.
Sejak dioperasikan pada 2012 lalu, FSRU tersebut mampu memasok gas maksimum 500 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk 3 pembangkit listrik. Pembangkit itu yaitu PJB Muara Karang, IP Tanjung Priuk dan PJB Muara Tawar.
Pasokan gas FSRU didapatkan dari Kilang LNG Bontang dan Tangguh. LNG dengan suhu minus 160 Celcius diangkut dengan kapal LNG untuk kemudian disimpan dalam FSRU dan diregasifikasi dengan media Propane sampai menjadi gas.
Pada tahun 2017, Nusantara Regas memperkirakan penyaluran LNG hingga 28 kargo atau setara 225 BBTUD untuk memenuhi kebutuhan Pembangkit Listrik PLN di Teluk Jakarta dan industri di area Jawa bagian Barat. Jumlah ini 4% di atas target tahun 2017.