Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mendorong penerapan metode Enhanced Oil Recovery (EOR) di awal pengembangan suatu lapangan. Ini untuk mengurangi risiko yang ada, karena karakteristik lapangan di Indonesia berbeda.
Menurut Ego, dengan menerapkan EOR di awal, tekanan reservoir bisa tetap terjaga dan tidak turun. Selain itu juga bisa mendorong minyak ke sumur produksi. “Idealnya yang paling baik adalah menerapkan early EOR, seperti early water injection di lapangan-lapangan kawasan North Sea,” kata dia kepada Katadata, Rabu (4/10).
Di sisi lain, jika EOR itu diterapkan di akhir-akhir pengembangan lapangan akan banyak risikonya, termasuk tidak tersalurkannya minyak ke sumur produksi. Sehingga perlu injeksi yang besar untuk mendorong minyak ke sumur produksi.
Makanya untuk melakukan EOR di akhir, harus dipilih lapangan yang masih punya sisa cadangan cukup besar dan secara geologi tidak kompleks. Padahal, tidak semua lapangan yang ada di Indonesia mempunyai karakteristik tersebut.
Sementara itu, saat ini banyak kontraktor yang mengusulkan metode EOR saat lapangannya sudah tua (mature) dan sisa cadangan migasnya kecil. Selain itu kondisi geologinya sangat kompleks.
Untuk kondisi tersebut, menurut Ego lebih baik menggunakan metode lain “Tidak semua lapangan mempunyai sisa cadangan yang besar dan secara geologi kompleks, untuk ini akan lebih baik kalau menerapkan infill drilling dibandingkan dengan EOR,” ujar dia.
Pemerintah memang tengah mendorong penggunaan teknologi yang tepat dan efisien. Tujuannya untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi.
Hingga semester I tahun 2017, produksi minyak mencapai 808.800 bph. Sedangkan jumlah produksi gas hingga akhir Juni 2017 mencapai 7.512 mmscfd.