Harga gas dari Blok Masela sampai saat ini belum mencapai titik temu. Dari sisi pembeli, industri dalam negeri menginginkan harga akhir hingga pintu pabrik hanya US$ 3 per mmbtu. Sedangkan perhitungan Inpex Corporation selaku operator blok, harga agar proyek ekonomis adalah US$ 5,86 per mmbtu.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan permintaan dari industri itu berdasarkan formula yang berbasis harga produk. Jadi agar produk hasil industri lebih kompetitif, harga gas tidak boleh lebih besar dari US$ 3 per mmbtu.
Menurut Airlangga, jika harga gas itu bisa ditekan menjadi US$ 3 per mmbtu ada beberapa industri yang berminat. Mereka adalah PT Pupuk Indonesia, Elsoro Multi Prima, dan Kaltim Metanol Industri/Sojitz. Rencananya tiga industri itu akan menyerap sesuai dengan penawaran pemerintah sebesar 474 mmscfd.
Namun, jika harga belum ditentukan, investor juga sulit menjalankan proyeknya. "Mereka mintanya base price US$ 3 per mmbtu. Jadi kalau formulasi harga belum ketemu, maka investornya belum bisa jalan," kata Airlangga di acara Pertambangan dan Energi Expo 2017, Jakarta, Selasa (26/9).
Untuk merumuskan harga tersebut, Kementerian Perindustrian juga masih berdiskusi dengan Kementerian ESDM. Di sisi lain, industri juga menghitung keekonomian jika membangun pabrik di kawasan Masela.
Sementara itu, Wakil menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan dalam penetapan harga gas memang ada tarik menarik antara hulu dan hilir. Satu sisi industri hilir meminta semurah-murahnya, sekitar US$ 3 per mmbtu. Sementara hulu migas butuh harga sesuai dengan keekonomian lapangan.
Namun, menurut Arcandra, harga gas Masela termasuk yang bisa ditekan di bawah US$ 6 per mmbtu. "Saya bisa mengatakan bahwa harga gas bisa di bawah US$ 6 per mmbtu, contohnya Masela. Itu harga di-wellhead (mulut sumur)," kata dia.