PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) menyatakan tidak ada impor gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) melalui perusahaan asal Singapura. Hal itu setidaknya yang ada di dalam kerangka kerja sama (Head of Agreement/HoA) antara PLN dengan Keppel Offshore & Marine Limited (Keppel O&M) dan Pavilion Energy.

Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PLN Amir Rosidin mengatakan isi HoA yang ditandatanganinya pada 7 September 2017 di Singapura itu tidak ada mengenai impor LNG, “Jadi memang tidak ada transaksi jual beli gas dan tidak akan," kata dia di gedung PLN, Jakarta (11/9).

(Baca: PLN: Singapura Tawarkan Fasilitas Penyimpanan Gas, Bukan Impor)

Setidaknya ada tiga poin dalam HoA tersebut. Pertama, penyusunan studi kelayakan yang lebih mendalam terkait distribusi LNG untuk wilayah Tanjung Pinang dan Natuna. 

Kedua, pembuatan kerangka kerja untuk mendistribusikan LNG dari dalam negeri yang sudah berkontrak dengan PLN ke pembangkit listrik skala kecil di Tanjung Pinang dan Natuna. Ketiga, pengembangan infrastruktur LNG skala kecil untuk wilayah Tanjung Pinang dan Natuna yang berdekatan Singapura.

Masa studi dalam HoA tersebut berlangsung selama enam bulan. Targetnya sekitar Maret atau April tahun depan hasil dari kajian tersebut bisa keluar. “Jika nantinya dari hasilnya biaya lebih tinggi maka studi akan berakhir tanpa tindak lanjut implementasi," kata Amir.

(Baca: Luhut: Ada Unsur Politik dalam Penawaran Gas oleh Singapura)

Selama melakukan kajian itu, Keppel menawarkan kepada PLN untuk memanfaatkan lokasi terminal LNG di Singapura sebagai hub (pusat kegiatan). Alasannya, lokasi terminal LNG itu berdekatan dengan beberapa lokasi pembangkit berbahan bakar gas yang akan dibangun PLN di wilayah Sumatera.

Menurut Amir, PLN pun tertarik dengan tawaran itu. Harapannya, Biaya Penyediaan Pembangkitan (BPP) di wilayah Sumatera bisa turun.

(Baca: PLN Akan Barter Gas dari Bontang dengan Perusahaan Singapura)

Sementara terkait rencana barter gas dengan Keppel, masih belum final karena masih menunggu hasil kajian tersebut. "Swap dimungkinkan, tapi masih belum final, lihat enam bulan ke depan. Kami cari solusi yang mana yang bikin murah," kata Amir.