Badan Pengatur Migas (BPH) Migas usulkan adanya bantuan dana kepada badan usaha, seperti PT Pertamina (Persero) untuk mendukung program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga. Dana tersebut untuk mempercepat sebaran infrastruktur BBM Satu Harga.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan dana tersebut berasal dari iuran yang dibayarkan badan usaha yang terdaftar. Jumlah nilai bantuannya bisa mencapai Rp 1 triliun.
Iuran tersebut selama ini terhitung sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Setiap tahunnya iuran yang dikantongi BPH Migas dari badan usaha mencapai Rp 1,2 triliun.
(Baca: Hingga Juli, Realisasi BBM Satu Harga Masih 29% dari Target)
Selama lima tahun terakhir, iuran yang mencapai Rp 1,2 triliun itu baru digunakan Rp 200 miliar. Untuk itu, ke depan Fanshurullah ingin iuran tersebut bisa lebih bermanfaat, yakni dalam bentuk bantuan dana untuk Pertamina menyukseskan program BBM satu harga.
Jadi, Pertamina tidak akan mengalami kerugian melaksanakan kebijakan tersebut. "Uang Rp 1 triliun itu untuk membantu membangun infrastruktur termasuk depot," kata dia usai high level meeting dengan Pertamina di kantor BPH Migas, Jakarta, Jumat (18/8).
Jika disetujui pemerintah, maka mulai tahun depan iuran dari BPH migas itu akan resmi masuk ke Pertamina sebagai dana hibah. Jadi perusahaan itu semakin masif membangun badan penyalur BBM satu harga di area-area yang belum masuk dari 150 titik di 148 kabupaten yang sudah ditetapkan pemerintah hingga 2019.
Meski begitu sebenarnya saat ini ada 160 kabupaten/kota di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T), yang masih perlu bantuan infrastruktur BBM satu harga. "Sementara Pertamina baru bangun di 50 titik saja sudah ‘ngos-ngosan’ nombok Rp 300 miliar," kata dia.
(Baca: Laba Pertamina Semester I Anjlok 24% Akibat Penjualan Premium)
Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar pernah mengatakan Pertamina harus menambahkan biaya operasi agar BBM satu harga bisa menjangkau pelosok. Dari hasil hitungannya, untuk 21 titik saja Pertamina harus merogoh biaya hingga Rp 300 miliar. Alhasil, dengan 150 titik hingga 2019, ia menaksir pengeluaran yang harus diemban Pertamina mencapai Rp 3 triliun.
Di sisi lain, Fanshurullah mengatakan BPH migas memiliki ide melegalkan para pengecer BBM yang sudah ada saat ini sebagai jembatan agar program BBM satu harga semakin masif dan terjangkau di masyarakat terpencil. Apalagi keberadaan pengecer BBM sulit dibendung di masyarakat.
Ia mencontohkan nantinya di daerah 3T akan ada satu SPBU besar berdiri, berfungsi sebagai pusat BBM. Nantinya, di setiap 5 km dari SPBU, akan dibuatkan sub-sub penyalur.
(Baca: Pemerintah Akan Wajibkan Pertamina Jual Premium di Seluruh SPBU)
Namun demikian BPH migas tetap memantau agar pengecer BBM tersebut tetap menjual BBM secara satu harga. "Dia harus menjual satu harga. Tak boleh ambil untung. BPH migas akan atur marginnya," kata dia.