Pemerintah akhirnya memberikan tambahan bagi hasil sebesar lima persen kepada PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai operator Blok Offshore North West Java (ONWJ). Tambahan ini agar blok tersebut bisa lebih ekonomis menggunakan skema kontrak gross split.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan dengan tambahan lima persen, keekonomian Blok ONWJ menjadi lebih menguntungkan. Bahkan dibandingkan menggunakan skema kontrak bagi hasil konvensional. “Dengan penambahan itu keekonomiannya lebih bagus," ujar dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/7).

Bagi hasil minyak yang diterima sebelum tambahan tadi, yakni PHE sebesar  57,5 persen dan 42,5 persen untuk negara. Sedangkan untuk gas, porsinya 37,5 persen bagian pemerintah dan 62,5 persen bagian kontraktor. 

(Baca: Wamen ESDM Pastikan Blok ONWJ Lebih Untung Pakai Gross Split)

Presiden Direktur PHE Gunung Sardjono mengatakan belum menerima secara resmi jawaban Kementerian ESDM terkait tambahan bagi hasil lima persen. Namun, jika itu memang disetujui Blok ONWJ akan menjadi percontohan blok terminasi yang ekonomis menggunakan gross split. 

Permintaan lima persen ini pun sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 tentang Gross Split.  "Kami mencoba memaksimalkan sesuai arahan Permen ESDM, kalau bisa lima persen dan pemerintah mau ya Alhamdulillah," kata Gunung di Kementerian ESDM, Rabu (5/7).

Adapun alasan meminta tambahan bagi hasil kepada pemerintah  karena ada biaya yang belum dibayar pemerintah pada kontrak sebelumnya. Total nilainya mencapai US$ 452 juta.

(Baca: Teken Kontrak Baru Blok ONWJ, Pertamina Siap Kucurkan Rp 113 Triliun)

Gunung belum bisa berkomentar banyak mengenai dampak dari penambahan bagi hasil ini. Menurutnya hal itu baru akan terasa pada akhir tahun ini. Apalagi ada beberapa hal yang juga ikut mempengaruhi keekonomian Blok ONWJ, diantaranya adanya tanggungan  10 persen hak kelola untuk daerah dan dana pemulihan tambang.

Selain mendapat tambahan bagi hasil lima persen, Pertamina telah mengantongi insentif lainnya yakni harga untuk alokasi migas untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) yang mengikuti 100 persen  harga pasar. Selama ini harga DMO lebih rendah dari harga pasar yakni sebesar 25 persen dari harga minyak Indonesia.

(Baca: Kontrak Baru Diteken, Pertamina Minta Tambah Bagi Hasil Blok ONWJ)

Penetapan harga yang lebih murah ini dianggap kurang menguntungkan bagi kontraktor. Jadi jika 100 persen diserahkan harga pasar, bisa lebih ekonomis. "Ini lebih menguntungkan dan membantu keekonomian blok tersebut," ujar dia.