PT Pertamina (Persero) membeberkan alasan tak jadi menyerap gas Blok Masela. Salah satunya adalah karena ingin memaksimalkan proyek gas yang sudah ada saat ini seperti Jambaran Tiung Biru di Blok Cepu. 

Diretur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan sampai saat ini proyek Tiung Biru juga belum menemukan pembeli. Jadi hal ini menjadi fokus perusahaan dibandingkan membeli gas dari proyek lainnya.

(Baca: Terkendala Harga, Gas Tiung Biru di Blok Cepu Belum Laku)

Alasannya lainnya, menurut Elia karena Pertamina juga bukan operator dari Blok Masela, sehingga tidak ada kewajiban untuk membeli gas tersebut. Selain itu juga alokasi gas ditentukan pemerintah. “Itu kan keputusannya di pemerintah, Masela kan ada operatornya,” ujar dia di Jakarta, Rabu, (14/6).

Awalnya Pertamina akan menyerap sekitar 200 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dari Ladang Gas Abadi tersebut. Namun, Menurut Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam rencana pembelian gas Blok Masela itu batal.

Khayam mengatakan alasan Pertamina tak jadi menyerap gas dari Blok Masela karena tidak mau membangun industri petrokimia. Padahal, industri petrokimia itu bisa menghasilkan bahan baku elpiji, seperti dimetil etil.

(Baca: Kemenperin: Pertamina Batal Beli Gas dari Blok Masela)

Jadi, dengan industri petrokimia tersebut Pertamina bisa mengurangi impor elpiji. "Pertamina tidak jadi ambil gasnya. Kami mendorong Pertamina bisa masuk, bahkan ke industri petrokimia, tapi langsung dijawab Bu Yenni (Direktur Gas dan EBT Pertamina) 'tidak usah'," kata dia di Jakarta, Senin (12/6).

Di sisi lain saat ini ada beberapa industri yang ingin membeli gas Masela. Mereka adalah PT Pupuk Indonesia dengan alokasi 214 mmscfd, Elsoro Multi Prima 160 mmscfd dan Kalimantan Metanol Indonesia (KMI)/Sojitz 100 mmscfd, dan PLN 60 mmscfd untuk kebutuhan pembangkit listrik.

(Baca: Di Atas Permintaan Industri, Harga Gas Masela Dipatok US$ 5,5)

Mengenai harga, Pemerintah menetapkan harga gas dari Blok Masela sebesar US$5,5 per mmbtu. Angka ini lebih tinggi dari permintaan industri yang berada di sekitar level US$ 3 per mmbtu.