Target produksi minyak dan gas bumi (migas) siap jual (lifting) tahun depan meningkat menjadi sekitar 1,96 juta barel setara minyak per hari (bsmph) hingga 2,05 juta bsmph, dari sebelumnya hanya 1,96 juta bsmph. Salah satu penopang untuk mencapai target itu adalah produksi dari proyek Jangkrik yang dikelola perusahaan asal Italia, Eni.  

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan optimis dengan adanya proyek Jangkrik, lifting tahun depan bisa tercapai. Apalagi produksi dari proyek yang baru beroperasi Mei lalu itu terus meningkat dan kini sudah mencapai sekitar 120 hingga 130 juta kaki kubik per hari (mmscfd).

(Baca: Jonan Ingin Produksi Proyek Jangkrik Digenjot Dua Kali Lipat)

Nantinya, produksi dari proyek Jangkrik ini akan meningkat hingga mencapai puncaknya di level 450 mmscfd. "Untuk produksi kami optimis bisa naik karena ada lapangan yang dikelola ENI. Kami optimis bisa naikan lifting migas," kata Jonan saat rapat dengan Komisi VII, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/6).

Beroperasinya proyek Jangkrik ini juga membuat pemerintah dan DPR optimis meningkatkan lifting gas. Tahun depan, targetnya sekitar 1,19 juta sampai 1,23 juta bsmph. Angka ini lebih tinggi dibandingkan asumsi pada APBN tahun ini 1,15 juta bsmph.

Di sisi lain, asumsi lifting minyak bumi, rentangnya di bawah target tahun ini, yakni hanya 771 ribu sampai 815 ribu barel per hari (bph). Tahun 2016, target lifting adalah 815 ribu bph.

(Baca: Target Lifting Minyak 2018 Stagnan Berkisar 771.000 – 815.000 Bph)

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan lifting tahun depan masih ditopang oleh proyek-proyek yang saat ini sudah berjalan. Blok Rokan, Cepu dan Mahakam masih menjadi andalan untuk mengejar target lifting minyak tersebut.

Selain itu, Komisi VII DPR juga menyetujui asumsi harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 sebesar US$ 45 hingga 50 per barel. Sementara dalam APBN tahun ini, dipatok sebesar US$ 45 per barel. 

Dalam RAPBN 2018, pemerintah dan komisi VII juga sepakat menetapkan volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sekitar 15,44 juta hingga 16,26 juta kiloliter (kl), sebelumnya 16,61 juta kl. Rinciannya, minyak tanah berkisar 0,59 juta sampai 0,64 juta kl, dan Solar Subsidi 14,85 juta sampai 15,62 juta kl.

(Baca: AKR Siapkan Lembaga Penyalur BBM Satu Harga di Tujuh Lokasi)

Adapun subsidi Solar pada RAPBN 2018 sebesar Rp 500-1.000 per liter. Sementara itu volume subsidi elpiji 6,952 juta sampai 7,004 juta ton. Kemudian subsidi listrik Rp 52,66-56,77 triliun, lebih tinggi dari APBN 2017 saat ini sebesar Rp 44,98 triliun.