Sejak awal tahun hingga akhir Mei lalu, PT Pertamina EP belum bisa mencapai target produksi minyak dan gas bumi (migas). Penyebabnya, beberapa kegiatan pengeboran yang dilakukan sejak akhir tahun lalu belum menunjukkan hasil signifikan untuk meningkatkan produksi.

Direktur Utama Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan, produksi minyak bumi hingga 29 Mei lalu baru mencapai 94 persen atau 79.900 barel per hari (bph). Sedangkan produksi gas bumi sebesar 969 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dari target 1.041 mmscfd.

(Baca: Cari Sumber Migas, Pertamina EP Survei 3 Dimensi di Papua)

Jika dilihat per lapangan, produksi yang sudah mencapai target hanya Blok Cepu yang berada di antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Poleng di Jawa Timur, dan Matindok di Sulawesi Tengah. Lapangan itu masuk dalam aset empat Pertamina EP.

Proyek Matindok pun masih dalam tahap perbaikan. Harapannya, proyek tersebut pada akhir bulan ini bisa mencapai puncak kapasitas produksinya sebesar 50 mmscfd.

Selain itu, ada beberapa proyek pengembangan yang sudah beroperasi. Pertama, Paku Gajah Development Project di Sumatera Selatan. Kedua, Pondok Makmur Development Project di Bekasi.

Ketiga, Cikarang Tegal Pacing di Jawa Barat. Keempat, Jawa Gas Development Project di Cepu Jawa Timur. Terakhir, Jirak Phase-1 Development Project di Sumatera Selatan.

Pencapaian lainnya adalah survei seismik dua dimensi (2D) sepanjang 516 kilometer (km) dari target 883 km atau 58 persen dari target. Ada juga kegiatan seismik tiga dimensi (3D) hanya mencapai 171 km persegi, dari target 821 km persegi.

Pertamina EP juga baru mengebor empat sumur dari target 12 sumur. Anak usaha Pertamina ini juga melakukan upaya pemulihan cadangan migas di beberapa asetnya, salah satu yang  paling banyak berada di aset 3 yaitu sebanyak tiga sumur yakni sumur WGT-1, sumur PIN-1, dan sumur HGD-1.

Ke depan, Pertamina EP akan mempercepat rencana kerja untuk mencapai target produksi dan lifting. Kegiatan tersebut di antaranya pengeboran ulang sumur (workover), kegiatan intervensi sumur (well intervention), dan peningkatan kualitas kandidat sumur maupun proses pelaksanaan pekerjaannya.

(Baca: Pertamina Rampungkan Perawatan Fasilitas Gas CPP Gundih Lebih Cepat)

Selain itu, mempercepat proses penyusunan proposal pengembangan lapangan (PoD) untuk sumur eksplorasi yang sudah ditemukan. “Kami masih mempunyai banyak potensi lain untuk dikembangkan dalam rangka mencapai target produksi nasional,” kata Nanang berdasarkan siaran resminya yang diterima Katadata, Senin (5/6).

Kinerja produksi ini juga mempengaruhi capaian keuangan perusahaan. Sejak awal tahun hingga April lalu, Pertamina EP membukukan laba bersih US$ 192 juta atau setara Rp 2,59 triliun. Nilainya baru sekitar 32 persen dari target laba bersih Pertamina EP tahun ini sebesar US$ 596 juta. 

Laba tersebut juga lebih rendah dari pencapaian periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 802 juta. “Kalau produksi tidak naik, kami harus makin giat efisiensi agar profit tetap bagus,” kata Nanang. 

Efisiensi itu meliputi pengurangan biaya-biaya yang tidak langsung berhubungan dengan produksi. Tidak hanya itu, dari sisi operasional efisiensi juga dilakukan, salah satunya dengan melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan jasa migas.

(Baca: Tertekan Beban Penjualan BBM, Laba Pertamina Anjlok 24,7%

Di sisi lain, Direktur Keuangan Pertamina EP Narendra Widjajanto mengatakan, investasi yang sudah terserap dari Anggaran Biaya Investasi (ABI) hingga April lalu baru mencapai US$ 114,28 juta atau 15 persen dari target US$ 778 juta. Mayoritas dana itu habis untuk biaya pemboran sumur serta kegiatan workover, sisanya untuk biaya memelihara fasilitas produksi perusahaan.