Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merilis laporan tahunan inisiatif transparansi di industri ekstraktif (Extractive Industries Transparency Initiative/EITI). Laporan ini menunjukkan masih banyak perusahaan di sektor minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan yang masih belum trasnparan dalam kegiatan usahanya. Untuk meningkatkan kesadaran, pemerintah berencana memberikan insentif.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lukita D. Tuwo mengatakan ini merupakan laporan tahunan EITI yang keempat, yakni untuk tahun 2014. Laporan ini dirilis dalam rangka rekonsiliasi atas penerimaan yang diterima negara dengan yang dilaporkan perusahaan.
Hasilnya baru 176 perusahaan migas (operator dan non-operator) dan 72 perusahaan tambang yang ikut dalam EITI ini. Sementara masih ada 54 perusahaan migas dan minerba yang belum melapor, terdiri dari 9 perusahaan partner migas dan 45 perusahaan minerba.
Pemerintah sedang mengupayakan agar seluruh perusahaan di industri ekstraktif bisa lebih transparan. Salah satu upayanya, pemerintah berencana memberikan insentif bagi perusahaan yang secara sukarela bergabung di EITI, untuk meningkatkan partisipasi. (Lihat Infografik: EITI, Pendorong Transparansi Tambang)
"Jadi ada semacam reward bagi perusahaan yang sukarela gabung dengan EITI ini. Bisa berupa kemudahan usaha untuk eksplorasi tempat baru, yang akan dikoordinasikan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan insentif fiskal yang dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan," ujar Lukita saat ditemui dalam acara peluncuran laporan tahunan EITI Indonesia Keempat, di Kantornya, Jakarta, Rabu (24/5).
Lukita menjelaskan, ada beberapa keuntungan perusahaan bergabung dengan EITI. Keuntungan tersebut diantaranya meningkatkan transparansi akan kegiatan sektor migas dan pertambangan, agar menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Perusahaan juga dapat meningkatkan tata kelola yang baik (good governance) dalam pengelolaan bisnisnya.
Bagi pemerintah EITI bisa mensinkronisasi dan merekonsiliasi ketidakharmonisan data yang diperoleh pemerintah dan yang dilaporkan oleh perusahaan. Data ini terkait perpajakan dan kagiatan usaha sektor migas dan tambang. Hal ini juga bisa menjadi pemicu diskusi mengenai perbaikan kebijakan dan meningkatkan kepercayaan pada pemangku kepentingan.
Laporan tahunan EITI ini berisi informasi rekonsiliasi dan kontekstual atas pembayaran perusahaan dan penerimaan negara dari dua sektor tersebut. Sehingga bisa menjadi salah satu upaya untuk mencegah hilangnya pendapatan negara. Karena laporan ini dapat digunakan untuk perbaikan tata kelola pajak dan penerimaan negara.
"Dengan demikian, hasil penerimaan negara akan lebih baik. Kenyamanan berinvestasi di Indonesia pun akan meningkat," ujar Lukita. (Baca: Transparansi untuk Kesejahteraan)
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Montty Girianna mengatakan pemerintah juga berinisiatif untuk menyusun peta jalan (roadmap) untuk mendorong transparansi industri ekstraktif. Roadmap ini berisi langkah-langkah yang akan dilakukan hingga 2020.
Tujuannya agar pemerintah bisa mengetahui siapa sebenarnya penerima manfaat (beneficial ownership) sesungguhnya dari perusahaan yang ada. Identitas yang harus dipublikasikan adalah nama, domisili, dan kewarganegaraan orang atau sekelompok orang yang mengontrol perusahaa-perusahaan ekstraktif.
"Jadi jangan sampai industri ekstraktif ini hanya dikuasai orang yang itu-itu saja," ujar Montty.