PT PLN (Persero) menyoroti rencana Tiongkok membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berdaya jumbo di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara). Sebab, di provinsi yang baru terbentuk pada 2012 itu kebutuhan listrik belum begitu besar.
Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati menyatakan telah mengetahui minat Tiongkok membangun PLTA di Kalimantan Utara. Namun, dirinya menekankan, pemerintah harus membangkitkan kebutuhan listrik terlebih dahulu di wilayah itu.
Menurut Nicke, kebutuhan listrik di Kalimantan Utara baru sebesar 60 MegaWatt (MW). "Ya harus ada demand-nya dulu yang besar. Misalnya bangun industri di situ," ujar Nicke saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (23/5).
(Baca juga: Gandeng Uni Emirat Arab, PLN Akan Studi Kelayakan Pembangkit Surya)
Nicke pun menyarankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain untuk membangun kawasan industri di provinsi yang beribu kota di Tanjung Selor ini. Proyek tersebut, menurutnya bisa dikerjakan paralel dengan pembangunan PLTA. Dengan begitu, tenaga listrik yang dihasilkan bisa diserap secara maksimal.
Sebaliknya dari segi potensi, Nicke mengakui tenaga air di Kalimantan Utara cukup besar karena banyaknya bendungan yang berada di sana.
Minat Tiongkok membangun PLTA di Kalimantan Utara sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Menurutnya, ada potensi listrik sebesar 7.200 MW yang bisa dihasilkan dari tenaga air di wilayah Kaltara.
(Baca juga: PLN Jaminkan Aset untuk Mendanai Perbaikan PLTU Suralaya)
Minat tersebut pun disampaikan saat acara KTT One Belt One Road (OBOR) beberapa waktu lalu. "Saya bertemu dengan CITIC Group. Mereka bersedia masuk ke sana karena punya kemampuan hydro power," ujar Luhut di Kantornya, Jakarta, Selasa (23/5) pagi.
Menurut Luhut, apabila CITIC ini jadi membangun PLTA di Kalimantan Utara, maka harga jual listriknya pun akan murah. Luhut menyebutkan, CITIC bisa menjual listrik yang dihasilkan seharga 4 sen per Kilo Watt Hour (KwH).