Pemerintah tidak akan menasionalisasi aset-aset minyak dan gas bumi (migas) dengan menyerahkan seluruh pengelolaan blok minyak dan gas bumi (migas) yang kontraknya sudah berakhir kepada PT Pertamina (Persero). Pertimbangannya adalah kemampuan dari perusahaan BUMN itu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah tidak akan menyerahkan pengelolaan blok migas selama Pertamina tidak efisien. ''Jika ada yang jauh lebih murah dari Pertamina, aku akan pergi dengan perusahaan tersebut. Ini sangat penting,'' kata dia di Jakarta, Selasa (11/4).
Namun, Jonan percaya, Pertamina sebagai BUMN memiliki kemampuan melakukan efisiensi biaya dan meningkatkan produksi. Buktinya, pemerintah memberikan pengelolaan Blok ONWJ dan Blok Mahakam kepada Pertamina. (Baca: Pakai Sistem Baru, Kontrak Blok Mahakam dan Blok ONWJ Diteken)
Penugasan untuk mengelola blok tersebut karena Pertamina berjanji akan tampil prima dan bisa meningkatkan produksi pada blok tersebut. 'Tetapi, jika mereka tidak tampil baik, kami tidak akan terus memberikan blok kepada mereka,'' katanya.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, ada 23 blok migas yang akan berakhir kontraknya hingga 2025. Dari jumlah tersebut, kontrak delapan blok yang akan habis tahun depan sudah diserahkan kepada Pertamina. Sisanya belum diputuskan oleh pemerintah. (Baca: 8 Blok Migas yang Akan Habis Kontrak Diserahkan ke Pertamina)
Delapan blok tersebut yakni Blok Sanga-sanga, East Kalimantan, Attaka, South East Sumatera, Tengah, NSO, Tuban, dan Ogan Komering. Rencananya selain NSO, kontrak dari tujuh blok tersebut akan ditandatangani pekan depan.
Sementara itu, salah satu blok yang belum diputuskan adalah Blok Rokan. Blok yang dikelola oleh Chevron dan akan berakhir kontraknya tahun 2021 ini, merupakan penyumbang terbesar produksi siap jual (lifting) minyak.
Manajemen Chevron sudah mengajukan permohonan perpanjangan kontrak kepada Menteri ESDM. Bahkan, perusahaan asal Amerika Serikat ini sudah mengunjungi beberapa pejabat untuk membahas perpanjangan kontrak Blok Rokan. Pejabat itu antara lain Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Baca: Pemerintah Belum Pasti Serahkan Blok Rokan kepada Pertamina)
Mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 15 tahun 2015, pemerintah memiliki tiga opsi untuk memutuskan pengelolaan blok migas yang akan berakhir masa kontraknya. Pertama, perpanjangan kontrak oleh kontraktor lama. Kedua, pengelolaan oleh Pertamina. Ketiga, pengelolaan bersama antara kontraktor lama dan Pertamina.
Dosen di FTKE Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto menilai keputusan Jonan itu sudah tepat berdasarkan konstruksi tata kelembagaan hulu migas. Artinya, Pertamina diberi hak istimewa (privilege), tetapi tidak secara otomatis akan memperoleh hak kelola blok yang kontraknya sudah habis.
Di sisi lain, secara strategi bisnis, Pertamina memang tidak perlu mengambil semua blok yang ada di dalam negeri. "Hal ini juga lebih positif untuk iklim investasi hulu migas nasional secara keseluruhan, dalam arti bahwa investor lain, termasuk kontraktor eksisting, masih tetap memiliki kesempatan utk mengelola blok migas yang ada," ujar dia kepada Katadata, Rabu (12/4).
Pri yang juga pendiri ReforMiner Institute juga menyebutkan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam memutuskan pengelolaan blok migas. Di antaranya adalah masalah ketahanan energi nasional, keberlangsungan ketersediaan produksi dan cadangan, pemenuhan kebutuhan energi dlm negeri, efisiensi dan kinerja kontraktor dalam pengelolaan blok.