Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah meminta agar divestasi saham PT Freeport Indonesia nantinya diberikan kepada perusahaan induk (holding) sektor pertambangan. Untuk itu, Kementrian BUMN telah menyiapkan tiga skema pendanaan apabila penugasan pemerintah benar-benar turun.
Deputi bidang usaha pertambangan, industri strategis dan media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menjelaskan, proses valuasi dalam divestasi saham Freeport sebesar 10,64 persen menjadi kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bahkan, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017, pemerintah mewajibkan Freeport mendivestasikan saham sebesar 51 persen.
"Nah nanti kalau pemerintah memutuskan di dalam PP bahwa kementerian BUMN ditugaskan untuk mengambil alih, maka kita sudah siap. Ibu menteri BUMN sudah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan, Menteri ESDM, menyatakan kesiapan," ujar Harry saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/3).
(Baca juga: Masyarakat Adat Papua Inginkan 10-20 Persen Saham Freeport)
Sedikitnya, terdapat tiga skema yang telah disusun Kementerian BUMN untuk bisa membeli saham Freeport melalui holding pertambangan. Pertama, dengan aset holding pertambangan itu sendiri. Sebab, terbentuknya holding diyakini akan membuat asset BUMN tambang akan semakin besar hingga mampu mendanai pembelian saham Freeport.
Kedua, Harry mengatakan, holding BUMN bisa juga menerbitkan surat utang yang diyakini memiliki nilai yang tinggi. Ketiga, Kementerian BUMN juga dapat menyiapkan skema sekuritisasi aset holding pertambangan. Jika pun nilai sekuritisasi tidak terlalu besar, maka masih ada BUMN sektor lainnya yang siap membantu membeli divestasi saham Freeport.
Penjualan Emas Freeport Indonesia 2011-2016
Namun, Harry menekankan, pihaknya masih menunggu keputusan dari pemerintah untuk menugaskan BUMN, khususnya holding pertambangan ini untuk mengabil alih saham Freeport. "Kalau oke BUMN yang ambil, kita langsung jalan, langsung negosiasi," ujarnya.
Harry kembali menjelaskan, sambil menunggu keputusan penugasan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Maka, pihak Kementerian BUMN akan lebih dulu berfokus merealisasikan pembentukan holding pertambangan. Harry mengklaim, payung hukum holding BUMN yakni PP 72/2016 telah selesai dan juga telah melalui DPR.
(Baca juga: Pakai PP 1/2017, Pemerintah Dorong Perusahaan Tambang Bangun Smelter)
"Apa yang dipermasalahkan DPR sudah dijawab PP 72/2016 itu sendiri, soal status BUMN, kemudian macam-macam. sudah clear di DPR. Sekarang sedang reses, jadi setelah reses segera (ada kesimpulan DPR)," ujar Harry.
Oleh karenanya, saat ini, Kementerian BUMN tengah melakukan konsolidasi dengan Kementerian lainnya untuk segera memfinalisasi PP pembentukan holding per sektornya. Sampai saat ini, PP holding pertambangan, menurut Harry, telah mendapat persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM dan akan segera dibawa ke Kementerian Sekretaris Negara.
"Mudah-mudahan kalau tidak ada maslaah apa-apa, harusnya semester 1 2017 selesai. Ya ada rapat umum pemegang saham (RUPS), ada apa, oke lah itu legalnya harus diikutin," ujarnya.
(Baca juga: Tiga Hambatan Sektor Tambang : Politik, Bunga Bank, Teknologi)
Harry pun memastikan, akan terjadi perombakan managemen dan direksi dari holding pertambangan ini. Namun, Ia belum bisa menjelaskan siapa yang akan menduduki jabatan tertinggi nantinya.