Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang usaha Mineral dan Batu Bara (minerba) bertujuan mengenjot hilirisasi hasil pertambangan. Dengan aturan ini akan terlihat mana saja perusahaan tambang yang serius melakukan pemurnian untuk menciptakan nilai tambah dari hasil tambangnya.

Dia mengatakan pihaknya bersama Kementerian Perindustrian punya komitmen yang sama, yakni mendorong perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia melakukan hilirisasi. "PP 1/2017 dan peraturan lainnya dikeluarkan itu tujuannya untuk hilirisasi," Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono saat acara diskusi di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (1/3).

Bambang mengaku hingga saat ini masih sangat sedikit perusahaan yang mengajukan izin ekspor karena terbentur oleh aturan tersebut. Pemerintah pun tetap berkomitmen menjalankan aturan tersebut, dengan tidak begitu saja memberikan izin ekspor. (Baca: DPR Salahkan Freeport, Smelter Harusnya Selesai Dibangun 2014)

Bambang pun sedikit menyinggung permasalahan saat ini, yakni terkait PT Freeport Indonesia. PP 1/2017 mengharuskan pemegang Kontrak Karya (KK) seperti Freeport mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), untuk bisa mendapatkan izin ekspor.

Hal ini merupakan langkah pemerintah mendorong hilirisasi. Dengan IUPK, Freeport diwajibkan membangun smelter. Tetapi, pemerintah tidak memaksa. Freeport tetap boleh memiliki status sebagai pemegang KK, tetapi tidak bisa mengekspor konsentratnya. 

"Jadi tetap memurnikan di sini. Namun, bukan berarti harus bangun sendiri, dia bisa kerjasama. Tapi yang jelas tidak di luar negeri (pemurniannya)," ujar Bambang. (Baca: Negosiasi Freeport Alot, Pemerintah Kaji Pemberian Insentif)

Di sisi lain, kata Bambang, ketentuan divestasi saham hingga 51 persen bertujuan untuk mencipatakan kedaulatan nasional atas sumber-sumber hasil bumi Indonesia. Pada kasus Freeport, sebenarnya dalam KK pun sudah ada ketentuan akan hal tersebut. PP 1/2017 semakin mempertegas kewajiban Freeport untuk menjual sahamnya ke pemerintah.

Menurutnya kebijakan ini bisa terlihat manfaatnya di kemudian hari, terutama pada 2020-2021. Di tahun ini kebijakan hilirisasi ini berjalan atau tidak. Bahkan, kata Bambang, kebijakan ini merupakan langkah tepat pemerintah untuk hilirisasi dan dinilai tidak memberatkan perusahaan tambang.

"Kalau dikatakan kebijakan ini tidak pas atau kurang benar, kurang pas rasanya. Buktinya PT Amman Mineral Nusa Tenggara tenang-tenang saja, sudah dapat izin ekspor juga. Freeport saja yang masalah," ujar Bambang. (Baca: Tiga Hambatan Sektor Tambang : Politik, Bunga Bank, Teknologi)

Terkait hilirisasi, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan pemerintah telah memiliki dasar hukum berupa Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian. Dalam UU ini sudah dijelaskan bahwa seluruh industri harus menciptakan nilai tambah sebesar-besarnya.

Pembangunan smelter ini juga dinilai sebagai penciptaan nilai tambah, karena bisa memperluas lapangan kerja, investasi, dan meningkatkan pendapatan negara. "Makanya, kami concern hilirisasi, terutama sumber daya tidak terbarukan," ujar Putu.

Reporter: Miftah Ardhian