PT Pertamina (Persero) membuka peluang bagi Saudi Aramco asal Arab Saudi dan Rosneft asal Rusia untuk menjadi mitra proyek pembangunan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur. Peluang itu terbuka seiring dimulainya proses penjaringan calon mitra strategis proyek Grass Root Refinery (GRR) Bontang pada Maret ini.

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Rachmad Hardadi mengatakan, pihaknya mencatat sebanyak 95 perusahaan, dengan 12 perusahaan di antaranya merupakan perusahaan minyak dan gas (migas) besar ikut dalam paparan publik proyek tersebut.  Sebanyak 50 perusahaan dalam dan luar negeri telah menyatakan minatnya.

Secara lebih khusus, Pertamina membuka peluang bagi perusahaan yang telah bekerja sama dengannya untuk kembali mengikuti lelang pembangunan proyek Kilang Bontang. "Semua kemungkinan dibuka. Ada Rosneft, Saudi Aramco juga ada. Jadi, siapapun boleh berpartisipasi, termasuk mitra yang sudah masuk di (kilang) Tuban dan Cilacap," ujar Hardadi di Jakarta, Selasa (28/2).

(Baca: Lebih 50 Investor Lokal dan Asing Berebut Proyek Kilang Bontang)

Menurut dia, terdapat empat karakteristik utama calon mitra yang dikehendaki Pertamina. Pertama, memiliki rekam jejak yang kuat pada industri pengolahan minyak utamanya memiliki kemampuan yang mumpuni dalam operasional dan eksekusi proyek.

Kedua, dapat menyesuaikan dengan struktur dan model bisnis yang dikehendaki Pertamina. Ketiga, memiliki keinginan kuat untuk percepatan proyek dan menyelesaikannya pada 2023. Keempat, memberikan nilai menarik bagi proyek tersebut.

Selain itu, mitra yang akan dipilih Pertamina diharapkan mampu berperan dalam pengadaan minyak mentah dan menyiapkan pendanaan. Mitra pembangunan Kilang Bontang ini juga diharapkan memiliki kemampuan  dalam memasarkan produk yang tidak terserap di pasar dalam negeri ke pasar luar negeri, seperti Australia, Papua Nugini, Selandia Baru dan Filipina.

Proses lelang proyek ini akan berlangsung kurang lebih satu bulan. Harapannya, pada 28 April mendatang sudah ada pemenangnya. Setelah mendapatkan mitra, Pertamina dan mitra akan mulai melakukan proses Bankable Feasibility Study (BFS) atau kelayakan pendanaan proyek. Pertamina menargetkan proses ini bisa selesai pada awal 2018. 

Pertamina berharap mitra strategis yang terpilih nantinya dapat berperan dalam pengadaan minyak dan menyiapkan pendanaan dengan baik. Mereka  wajib menyetor jaminan dana di bank nasional sebagai wujud komitmen pasti dalam membangun kilang.

(Baca: Pertamina Tawarkan Kilang Bontang ke Arab Saudi)

Pembayaran uang jaminan itu terdiri dari dua tahap. Pertama, biaya jaminan mulai  disetor pada kuartal kedua tahun ini sebesar US$ 5 juta. Kedua, pada awal tahun depan mitra terpilih kembali melakukan pembayaran jaminan kepastian sebesar U$ 10 juta. 

Produksi Kilang Bontang diperkirakan sebesar 300 ribu bph, dan seluruhnya akan dibeli oleh Pertamina. Sebanyak 40 persen dari produksi kilang tersebut berupa Bahan Bakar Minyak (BBM), seperti Premium, yang akan dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri. Namun, produksi bahan bakar Diesel sekitar 40-50 persen akan diekspor karena pasokan sedang surplus.

"Tapi jika dibutuhkan, kami tetap akan memprioritaskan kebutuhan dalam negeri," ujar Hardadi.

Di sisi lain, investor akan mendapatkan hak kepemilikan sebesar 75 persen. Meski minoritas, aset Kilang Bontang nantinya bisa saja dibeli Pertamina dalam kurun 10-15 tahun masa kontrak. "Dalam perjalanan akan dibicarakan setelah 10-15 tahun, Pertamina punya opsi buyback share, mungkin kumulatif jadi 50 persen tergantung kemampuan keuangan Pertamina nantinya," ujarnya.

Selain hak mayoritas, investor juga akan mendapatkan tingkat pengembalian investasi (IRR) Kilang Bontang sebesar 13 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata proyek kilang yang hanya 10 persen. Di sisi lain, investor dan Pertamina tetap mengedepankan aspek kandungan lokal dan penyerapan pekerja di dalam negeri.

Untuk mempercepat pembangunan Kilang Bontang, Pertamina telah menjamin beberapa hal yang bisa mendukung kelangsungan proyek. Pertama, sekitar 460 hektare lahan milik negara yang menjadi lokasi kilang telah tersedia untuk dimanfaatkan dengan mekanisme sewa.

(Baca: Produksi Kilang Bontang Tahun Ini Diperkirakan Turun 14 Persen)

Kedua, telah tersedia fasilitas penunjang operasi milik LNG Badak yang dapat dimanfaatkan oleh Kilang Bontang seperti uap, pembangkit, infrastruktur air, dan konstruksi jetty. Ketiga, telah terdapat fasilitas pendukung lainnya yang bisa dipakai di Kilang Bontang seperti perumahan karyawan, rumah sakit, bandara, dan sekolah.

Keempat, dekat dengan sumber gas yakni dengan Blok Mahakam yang bisa menyuplai gas untuk kebutuhan operasi Kilang Bontang. Pembangunan kilang Bontang sendiri diproyeksikan akan selesai pada tahun 2023 dengan perkiraan nilai investasi awal sebesar US$ 10-11 miliar.

Terakhir, pemerintah juga akan menyediakan insentif fiskal berupa tax allowance atau tax holiday. "Lebih murah dari Kilang Tuban karena infrastruktur di Tuban harus bangun dari awal. Kalau di Bontang infratruktur sudah ada," ujar Hardadi.