Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa PT Freeport Indonesia wajib mendivestasikan sahamnya sampai dengan 51 persen pada tahun ini. Kewajiban ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 tahun 2017 untuk mendukung PP 1/2017. Dalam Permen ini, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, IUP Khusus Operasi Produksi, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) yang berstatus penanaman modal asing wajib mendivestasikan kepemilikan sahamnya setelah lima tahun berproduksi.
Pelaksanaan divestasi dilakukan secara bertahap. Adapun rincian tahapan divestasi adalah pada tahun keenam 20 persen, tahun ketujuh 30 persen, tahun kedelapan 37 persen, dan tahun kesembilan 44 persen. Kemudian tahun kesepuluh sebesar 51 persen dari jumlah seluruh saham. (Baca: Janjikan 2 Komitmen, Freeport Ajukan Perpanjangan Izin Ekspor)
Sementara Freeport Indonesia merupakan pemegang kontrak karya yang sudah lebih dari 10 tahun berproduksi. Makanya, "(Freeport) harus 51 persen," ujar Jonan saat ditemui di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin (30/1).
Meski begitu, kata Jonan, saat ini kementeriannya masih fokus memproses perubahan status kontrak karya Freeport Indonesia menjadi IUPK. Freeport juga telah mengajukan permohonan perubahan status tersebut, agar pemerintah bisa memberikan izin untuk mengekspor konsentrat tahun ini. (Baca: Pemprov Papua Minta 10 Persen Saham Freeport)
Sebagai informasi, Juru Bicara Freeport Riza Pratama pernah mengungkapkan pihaknya masih mempertimbangkan ketentuan melepas 51 persen saham, seperti yang diatur dalam PP 1/2017. Freeport memang telah berkomitmen untuk melepas 30 persen sahamnnya dua tahun sebelum kontraknya berakhir, yakni pada 2019.
Sekadar informasi, berdasarkan PP 77/2014 (sebelum direvisi kembali dengan PP 1/2017), pemerintah telah melonggarkan batas divestasi saham Freeport dari 51 persen menjadi 30 persen, dari 9,36 persen yang sudah dilepas kepada pemerintah. . Alasannya perusahaan ini sedang mengembangkan tambang bawah tanah. (Baca: Divestasi Perusahaan Tambang Lewat Bursa Jadi Opsi Terakhir)
Terkait dengan mekanisme divestasi, Freeport sebenarnya lebih memilih menjual melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Hal ini akan berdampak baik bagi perusahaan dan pemegang saham, karena Freeport Indonesia akan semakin terbuka.
"Pak Chappy Hakim (Presiden Direktur Freeport) juga setuju untuk masuk bursa nantinya," ujar Riza saat ditemui di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (13/1). (Baca: Chappy Hakim Janji Mundur kalau Freeport Rugikan Negara)
Seperti diketahui, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mematok harga 10,64 persen saham divestasi sebesar US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,5 triliun. Namun, pemerintah menganggap nilainya terlalu mahal. Sementara menurut Riza, harga saham yang ditawarkan saat itu sudah sesuai dengan analisa nilai pasar yang wajar. Acuannya adalah masa operasi tambang di Grasberg dalam kontrak karya Freeport.