Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengingatkan pelaku usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia agar berhati-hati dalam menjalankan operasionalnya. Tujuannya untuk menghindari pencemaran lingkungan, misalnya akibat kasus tumpahan minyak.
Menurut JK, panggilan akrab Jusuf Kalla, tumpahan minyak ini bisa merugikan negara dan kontraktor karena uang yang dikeluarkan tidak sedikit. Salah satu contohnya adalah kejadian tumpahan minyak yang terjadi di Meksiko. (Baca: Luhut Desak Australia Selesaikan Pencemaran Minyak Montara)
Sebagai gambaran, pada 2010 terjadi tumpahan minyak Deepwater Horizon di Teluk Meksiko. Akibatnya, BP selaku pengelola harus mengeluarkan dana sebesar US$ 4,9 miliar untuk menutupi denda, penyelesaian hukum dan biaya pembersihan. “Burung-burung pun dihitung berapa ruginya,” kata JK di acara Forum Penanggulangan Tumpahan Minyak dan Bahan Kimia Berbahaya Beracun" yang diselenggarakan oleh Oil Spill Combat Team (OSCT) Indonesia Jakarta, Selasa (24/1).
JK mengatakan yang terpenting bagi industri migas adalah mengedepankan aspek keselamatan dan lingkungan agar kasus tumpahan minyak di laut atau di mana pun tidak terjadi. "Kami harus berusaha untuk itu, ini supaya tidak ada spill," ujar Jusuf Kalla.
Saat ini kasus tumpahan minyak yang masih belum selesai adalah kasus tumpahan minyak Montara, di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur. Kasus ini terjadi sekitar 2009 silam. Kepala Sub Direktorat Keteknikan dan Keselamatan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi, I Gusti Suarnaya Sidemen mengatakan akibat tumpahan minyak Montara lingkungan di Laut Timor menjadi rusak. (Baca: Luhut Bawa Kasus Tumpahan Minyak Montara ke Pengadilan)
Dari data Kementerian ESDM, tumpahan 27.600 ton minyak Montara mengakibatkan kerugian Euro 128 juta. Namun, sampai saat ini negosiasi mengenai ganti rugi dengan pihak Australia dan PTT masih buntu.
Untuk itu, pemerintah berniat menggugat PTT ke Pengadilan Australia. Saat ini tim teknis yang terdiri dari Kementerian ESDM, Kementerian perhubungan, SKK migas dan Kementerian LHK sedang menyusun laporan mengenai gugatan tersebut. "Sedang disiapkan," kata Gusti.
Dari data Kementerian ESDM, sejak 1975, setidaknya ada 14 kasus tumpahan minyak di perairan Indonesia. Dari data tersebut, tumpahan minyak yang paling besar volume tumpahannya terjadi di Tanker Arendal - Indramayu pada 2008 sebesar 150.000 ton. Kerugiannya mencapai 282 juta euro. (Baca: Jonan Soroti Kasus Montara dan Keberadaan PTT di East Natuna)
Sementara itu data SKK migas, pada kurun waktu 2013-2016, terjadi kasus tumpahan minyak yang beragam. Tahun 2013 merupakan tahun yang miliki jumlah tumpahan minyak paling tinggi yakni sebesar 3.025 barel.