Proyek pembangunan ladang gas bumi Jangkrik sudah hampir rampung. Targetnya, proyek gas yang dikelola oleh Eni Indonesia Ltd ini bisa berproduksi tahun 2017.

Kepala Unit Percepatan Proyek Jangkrik Eko Hariadi mengatakan, perkembangan proyek ini secara keseluruhan sudah mencapai 91,6 persen. Kegiatannya mencakup pengerjaan unit produksi terapung/Floating Production Unit (FPU) yang fabrikasinya dilakukan di Tanjung Balai Karimun

Selain itu, instalasi pipa bawah laut (subsea system) serta pengerjaan fasilitas penerima produksi di darat (Onshore Receiving Facility). Pengerjaan FPU saat ini sudah memasuki tahap akhir. (Baca: Aturan Terbit, Kontrak Baru Migas Pakai Skema Gross Split)

“Rencananya, pelayaran FPU Jangkrik dari Tanjung Balai Karimun ke lokasi Proyek Jangkrik di Selat Makassar bisa dilakukan akhir Maret,” kata dia berdasarkan penjelasan tertulis yang diperoleh Katadata, Jumat (20/1).   

Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas Muliawan pernah mengatakan, lapangan Jangkrik bisa berproduksi pertengahan tahun ini. "Insya Allah siap dioperasikan Lapangan Jangkrik dan first gas Juli 2017," kata dia kepada Katadata, Rabu (7/12). (Baca: Gas Pertama Lapangan Jangkrik Akan Mengalir Juli 2017)

Proyek ini mencakup dua lapangan, yakni Lapangan Jangkrik dan Lapangan Jangkrik North East. Proyek Jangkrik berlokasi di Blok Muara Bakau, Selat Makassar, sekitar 100 kilometer di timur Balikpapan dengan kedalaman 400 meter di bawah permukaan laut.


Produksi Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik 2003-2014

Lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East merupakan salah satu proyek gas laut dalam pertama di Indonesia. Keduanya ditemukan di wilayah kerja blok Muara Bakau tahun 2009 dan 2011.

Eni Muara Bakau BV adalah operator dari wilayah kerja tersebut dengan participating interest sebesar 55 persen, dengan mitra lainnya GDF Suez Exploration Indonesia  dengan participating interest 33,334 persen dan Saka Energi Muara Bakau dengan participating interest 11,666 persen. (Baca: Maret 2017, Dua Lapangan Migas Ditargetkan Mulai Berproduksi)

Perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Italia ini telah mengeluarkan dana hingga US$ 4 miliar untuk proyek Muara Bakau. Dari jumlah itu, sebesar US$ 3 miliar atau sekitar Rp 39 triliun untuk pembuatan FPU.