PLN Ancam Batalkan Pertamina Garap Pembangkit Listrik Jawa 1

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
19/1/2017, 06.00 WIB

Nasib pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1 kembali tak menentu. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengancam membatalkan konsorsium PT Pertamina (Persero) bersama dua perusahaan asal Jepang, Marubeni Corporation dan Sojitz Corporation, sebagai pemenang tender proyek tersebut. Alasannya, konsorsium itu belum mampu memenuhi beberapa persyaratan proyek.

Tanda-tanda ketidakjelasan nasib proyek listrik Jawa 1 terlihat dari belum adanya penandatanganan kontrak jual-beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) antara PLN dengan Konsorsium Pertamina hingga saat ini. Padahal, proses tender sudah rampung dan pemenangnya diputuskan sejak tiga bulan lalu atau pada pertengahan Oktober 2016.  

Namun, Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso membantah semua isu yang beredar bahwa keterlambatan PPA tersebut gara-gara PLN, yakni ketidaksiapan penyediaan infrastruktur yang dibutuhkan. Sebaliknya, dia menuding keterlambatan tersebut akibat pihak konsorsium belum memenuhi perjanjian awal dalam Letter of Intens dan syarat-syarat yang tercantum dalam proses tender.

(Baca: PLN Dapat Alokasi Gas Tangguh untuk Proyek Jawa 1)

Alhasil, PLN memberikan batas waktu hingga Senin pekan depan (23/1) kepada Pertamina untuk meneken PPA. "Batasan hari Senin besok dan kami sudah menyampaikan dokumen PPA untuk ditandatangani. Tapi saya tidak tahu, apakah mereka (konsorsium Pertamina) siap atau tidak," ujar Iwan saat konferensi pers di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (18/1).

Jika tidak sanggup memenuhi batas waktu tersebut maka Pertamina bersama para mitranya akan kehilangan hak sebagai pemenang tender untuk menggarap proyek PLTGU Jawa 1. Jika hal itu terjadi, Iwan mengaku PLN belum memiliki rencana untuk mencari pengganti konsorsium Pertamina karena harus menghitung risiko kerugian dan terhambatnya penyediaan listrik. "Belum kami putuskan, apakah ditunjuk (pemenang) yang kedua atau tender ulang."

Menurut Iwan, setidaknya ada delapan masalah yang menyebabkan belum tercapainya penandatanganan kontrak jual-beli listrik oleh konsorsium Pertamina dengan PLN. Delapan poin itu menjadi perdebatan, karena pihak konsorsium masih menegosiasikannya. (Baca: Pertamina Melenggang Mulus Garap Proyek Listrik Jawa 1)

Padahal, menurut Iwan, konsorsium ini sebenarnya sudah mengetahui poin-poin tersebut karena tercantum dalam ketentuan lelang dan Letter of Intent yang telah ditandatangani pada 26 Oktober 2016. Namun, dia enggan menjelaskan secara detail delapan poin yang masih menjadi perdebatan itu.

Ia hanya mengungkapkan salah satu poinnya terkait dengan bankability, yaitu kelayakan pembiayaan oleh perbankan. Pihak kreditur atau pemberi pinjaman kepada konsorsium meminta jaminan yang menyatakan bahwa proyek tersebut akan berjalan. PLN pun turut memberikan jaminan dengan memastikan pasokan gas untuk PLTGU tersebut.

Jika ternyata nantinya pasokan gas tidak tersedia, maka PLN akan mencarinya dalam waktu 30 hari. Namun, PLN hanya akan mengganti kerugian jika tidak menemukan suplai gas setelah 30 hari tersebut. (Baca: Perusahaan Keluarga Puan Berpeluang Garap Proyek Listrik Jawa 1)

Sebaliknya, konsorsiun meminta pergantian rugi itu sejak awal pada H+1 saat pasokan gas tidak tersedia,. Padahal, Iwan mengklaim, hal ini sudah tercantum dalam ketentuan lelang.

Selain itu, PLN sebenarnya sudah menemukan sumber gas untuk PLTGU Jawa 1 ini dari Lapangan Tangguh di Papua. Iwan menjelaskan, PLN sudah mengajukan komitmen pembelian gas Tangguh sebanyak 16 kargo khusus untuk pembangkit Jawa 1. Kontraknya, akan segera diteken dalam satu pekan ke depan.

Iwan mengakui, gas tersebut belum mencukupi untuk 25 tahun beroperasinya pembangkit Jawa 1. Namun, ketersediaan pasokan gas sudah menjadi tanggung jawab PLN. Apalagi, PLN bisa menambah pasokan dari Tangguh hingga sebanyak 22 kargo.

(Baca: Konsorsium Pertamina Menang Tender Proyek Listrik Jawa 1)

Selain itu, PLN akan memastikan kesiapan fasilitas regasifikasi terapung atau Floating Storage Regasification Unit (FSRU) untuk penyaluran gas dari Tangguh menuju PLTGU Jawa 1. Tapi, menurut Iwan, pihak konsorsium meminta jaminan-jaminan lain di luar kesepakatan untuk memudahkan mencari pendanaan.

Selain itu, dia mengungkapkan, masih ada perdebatan terkait beberapa hal yang dapat memengaruhi tingkat pengembalian investasi atau Internal Rate of Return (IRR) yang bakal diperoleh konsorsium. "Tidak ada maksud PLN membatalkan. Kami ingin PPA ditandatangani. Tapi mungkin konsorsium pemenang ini salah persepsi sehingga mungkin (menilai) kemurahan IRR nya," ujar Iwan.