Pemerintah memutuskan tidak memberikan insentif pengembangan Proyek Jambaran-Tiung Biru Padahal, kontraktor berharap insentif agar keekonomian proyek tersebut dapat tercapai dan lapangan minyak dan gas bumi di Blok Cepu itu bisa segera berproduksi.

Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah mengungkapkan ada pertimbangan lain yang membuat pemerintah tidak bisa memberikan insentif. "Mungkin karena tingkat pengembalian investasi (IRR) yang diminta kontraktor terlalu tinggi," katanya kepada Katadata, Kamis (12/1).

Menurut dia, kontraktor menginginkan tingkat pengembalian investasi (IRR) sekitar 16 persen per tahun. Sementara pemerintah menawarkan IRR untuk proyek tersebut lebih rendah, yaitu sekitar 12-13 persen per tahun. (Baca: Dua Faktor Pengganjal Proyek Gas Lapangan Tiung Biru)

Adapun, menurut Adriansyah, IRR di atas 11 persen sudah dianggap ekonomis untuk mengembangkan Tiung Biru. Alhasil, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya hanya menyetujui IRR Lapangan Tiung Biru sebesar 12-13 persen. 

Ia menegaskan, Pertamina selaku kontraktor bersama mitranya, yaitu ExxonMobil, tetap siap mengembangkan Lapangan Tiung Biru meski tanpa insentif. Namun, menyikapi keputusan pemerintah tersebut, Pertamina EP Cepu akan berunding terlebih dahulu dengan ExxonMobil untuk membahas kelanjutan proyek.

Ardiansyah menyatakan, pihaknya berupaya agar proyek tersebut tetap berjalan. Targetnya, pembangunan awal Lapangan Tiung Biru bisa segera dimulai. "Kami usahakan semester satu ini."

Ardiansyah mengatakan, saat ini  Pertamina EP Cepu juga sudah menentukan pemenang tender rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC) fasilitas pengolahan gas (GPF) di Lapangan Jambaran Tiung Biru. Namun, keputusannya masih menunggu persetujuan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). 

Selain itu, pihaknya masih menunggu keputusan realokasi gas Jambaran Tiung Biru, dari sebelumnya untuk PT Pupuk Kujang Cikampek kepada PT Pertamina (Persero) oleh Menteri ESDM. Jika keputusan realokasi rampung, penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan induk usahanya, yaitu Pertamina, dapat segera terlaksana. 

(Baca: ExxonMobil Minta Alokasi Gas Tiung Biru Seluruhnya untuk Pertamina)

Pemerintah sebenarnya pernah menawarkan tiga insentif untuk pengembangan Lapangan Jambaran-Tiung Biru.  Pertama, pemberian investment credit atau tambahan pengembalian biaya modal dalam jumlah tertentu, yang berkaitan langsung dengan fasilitas produksi.

Kedua, skema bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor di Lapangan Tiung Biru. Adriansyah menginginkan agar bagian kontraktor di Blok Cepu lebih besar dari pemerintah. (Baca: Tiga Tawaran Pemerintah untuk Proyek Jambaran-Tiung Biru)

Ketiga, mengkaji pemberlakukan cost recovery atau pemulihan biaya operasi di Lapangan Tiung Biru. PEPC saat ini masih melakukan kajian mengenai tenggat waktu depresiasi yang bisa diterapkan di lapangan gas tersebut.