Indonesian Petroleum Association (IPA) telah berdiskusi dengan pemerintah mengenai skema kontrak baru yakni gross split. Dalam diskusi tersebut para pelaku usaha migas banyak memberikan masukan dan keinginannya kepada pemerintah terkait skema kontrak baru ini.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan pada Salah satu keinginan para pelaku migas adalah dengan skema baru itu, proyek migas di Indonesia masih tetap menguntungkan. Pada dasarnya IPA ingin dengan skema menggunakan skema gross split, keekonomian proyek tidak berkurang. Sebaliknya, diharapkan bisa lebih baik dari yang ada sekarang.
“Sehingga daya tarik untuk investor berinvestasi di Indonesia cukup kompetitif dibandingkan negara lain,” kata dia Senin (9/1).
Sayangnya dia belum mau menjelaskan apa saja poin-poin lain yang menjadi usulan IPA kepada pemerintah dalam membahas dan mengkaji skema gross split yang akan diterapkan dalam kontrak kerja sama migas. Marjolijn menyerahkan semua keputusan mengenai hal ini kepada pemerintah.
Saat ini pemerintah memang masih menggodok aturan sebagai payung hukum penerapan skema gross split. Kementerian ESDM menargetkan dalam waktu dekat akan segera menerbitkan Peraturan Menteri ESDM yang mengatur tentang skema gross split.
Rencananya, skema gross split akan diterapkan pada kontrak baru Blok ONWJ, setelah kontrak lamanya habis pada 18 Januari 2017. Setelah kontrak berakhir, pemerintah menyerahkan seluruh hak kelolanya kepada PT Pertamina (Persero) dalam kontrak baru yang akan segera ditandatangani. (Baca: Aturan Segera Terbit, ONWJ Jadi Blok Migas Pertama Pakai Gross Split)
Sekadar informasi, dalam skema gross split, kontraktor tidak akan lagi menerima penggantian biaya operasional atau cost recovery. Alhasil, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan menanggung seluruh biaya operasi hulu migas. Sebaliknya, pemerintah hanya mendapatkan pembagian produksi.
Bagi hasilnya nanti akan dihitung dari produksi kotor pemerintah. Besarannya saat ini masih dihitung oleh pemerintah.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan setidaknya ada beberapa kriteria untuk menentukan bagi hasil dengan skema gross split. Pertama, besaran reservoir migas yang terkandung di dalam perut bumi. Kedua, lokasi proyek migas yang akan dikelola oleh kontraktor. Ketiga, kondisi lapangan.
Keempat, tingkat kesulitan berdasarkan kondisi geologis. Kelima, karakteristik cadangan yang akan ada, yaitu blok migas konvensional atau nonkonvensional serta penggunaan teknologi yang akan dipakai kontraktor di suatu wilayah kerja migas. (Baca: Hitung-Hitungan Skema Baru Kontrak Migas Gross Split)
Tak hanya mencakup lima kriteria itu, pemerintah juga mempertimbangkan komponen lokal sebagai salah satu penentu besaran bagi hasil dengan skema gross split. Prinsipnya, semakin banyak kontraktor migas menyertai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam kegiatan hulu migasnya maka semakin berpeluang mendapatkan bagi hasil yang lebih besar.