Pemerintah akan menjatuhkan sanksi berat kepada pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) yang lalai menjalankan kewajibannya sesuai kontrak. Sanksi berupa denda besar itu akan dimasukkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement/PPA), yang ditargetkan rampung dalam bulan ini.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan, pemberian sanksi berat itu bertujuan agar pengembang swasta bertanggung jawab dalam menyelesaikan proyek dan menyalurkan listriknya sesuai kontrak. Sebab, selama ini banyak pembangkit listrik swasta yang belum rampung sehingga berujung menjadi proyek mangkrak.
Tak cuma itu, Jonan menuding, banyak pembangkit listrik swasta yang rusak setelah rampung dibangun dan beroperasi. Contohnya, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) selama ini sebagai pembeli listrik dari swasta menjadi pihak yang selalu dirugikan. Sebab, PLN membeli listrik dari swasta menggunakan skema take or pay. Jadi, PLN wajib menyerap seluruh produksi listrik yang dihasilkan IPP.
(Baca: PLN Ganti 11 Proyek Listrik Terminasi Pakai Pembangkit Baru)
Namun, IPP selama ini tidak pernah menerima ganjaran jika mereka belum mampu menyalurkan listrik sesuai kontrak dengan PLN. Bahkan, IPP tidak mendapatkan sanksi jika pembangkit yang dibangunnya rusak di kemudian hari.
Karena itulah, ke depan, pembangun listrik swasta itu akan diancam denda bernilai besar jika tidak memenuhi kesepakatan dan melanggar kontrak. "Denda jangan yang denda kuaci, harus dikasih denda sampai mereka (pengembang listrik swasta) tobat,” kata Jonan di Jakarta, Kamis (8/12).
Dengan adanya aturan baru tersebut, Jonan ingin mekanisme jual-beli listrik antara PLN dan IPP di masa mendatang bisa berkeadilan. Artinya, ada sanksi tegas yang dikenakan kepada kedua belah pihak jika tidak menjalankan kewajibannya.
Misalnya, jika PLN tidak menjalankan kewajibannya membeli listrik dari IPP maka PLN mendapat sanksi. Begitu juga sebaliknya, pengembang swasta akan dikenakan sanksi jika tidak melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak.
(Baca: Pemotongan Listrik 35 Ribu MW Tidak Ganggu Proyek Luar Jawa)
Namun, Jonan belum dapat menjelaskan formula perhitungan denda tersebut. Saat ini, Kementerian Energi masih menggodok formula itu bersama sejumlah pihak terkait, seperti PLN, PT Pertamina, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Dalam aturan baru terkait jual-beli listrik itu, Jonan juga akan menerapkan aturan pokok harga jual-beli listrik secara dinamis. Padahal, selama ini dalam perjanjian, harga jual listrik tidak bergerak alias tetap selama masa kontrak.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, aturan baru tersebut tidak hanya memberikan ganjaran jika pasokan listrik yang dihasilkan IPP rendah. Sanksi juga bisa dikenakan apabila masa komersial pembangkit listrik mundur dari target.
"Kalau IPP telat, dia kena pinalti. Tapi kalau mereka on time, tapi PLN tidak siap artinya PLN kena denda. Jadi (denda) untuk dua belah pihak," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PLN Sofyan Basir setuju dengan aturan baru tersebut. Harapannya, ke depan, tidak ada lagi pembangkit listrik swasta yang tidak memenuhi kewajibannya.
Ia mengaku, PLN telah menerapkan aturan denda pada kontrak-kontrak liostrik yang eksisting. Namun, nilai dendanya kecil. “Pemilik pembangkit tenang saja karena dendanya kecil. Pak Menteri (ESDM) katakan, ke depan tidak boleh lagi, denda harus besar," kata Sofyan.
(Baca: PLN Butuh Rp 1 Triliun Lebih Lanjutkan Pembangkit Mangkrak)
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso menambahkan, sanksi denda besar akan memberikan efek jera bagi IPP yang tidak bertanggung jawab. Sebab, selama ini banyak pembangkit yang masa komersialnya mundur lantaran belum siap namun tidak mendapatkan pinalti yang besar. "Kami berharap presentase dendanya lebih signifikan.”
Jonan berharap, adanya aturan baru berikut sanksi tersebut bisa mempercepat pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik, khususnya IPP. Alhasil, tidak ada lagi pemadaman listrik di sejumlah wilayah.
Contohnya, untuk kebutuhan listrik Sumatera maka minimal PLN harus memiliki cadangan daya listrik sebesar 30-60 persen dari beban puncak. Jika cadangan daya ini belum tercapai karena keterlambatan pembangunan pembangkit listrik IPP dan produksi listriknya rendah, maka kelistrikan di Sumatera menjadi terkendala.