Subsidi Listrik Dicabut, ESDM: Dananya Untuk Bangun Infrastruktur

Arief Kamaludin (Katadata)
Penulis: Miftah Ardhian
18/11/2016, 14.39 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan sosialisasi mengenai rencana pencabutan subsidi listrik pelanggan 900 volt amphere (VA), yang bukan termasuk golongan miskin dan rentan miskin. Alasannya, dana subsidi ini akan digunakan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan di daerah terpencil.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan pelanggan listrik yang berhak mendapatkan subsidi adalah golongan masyarakat miskin dan rentan miskin. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Setelah dilakukan pendataan dan pencacahan data 22,9 juta pelanggan listrik 900 VA, ternyata tidak semuanya tergolong masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi. Pemerintah kemudian memutuskan hanya 4,1 juta pelanggan yang bisa mendapatkan subsidi, sedangkan 18,8 juta pelanggan lainnya akan dicabut subsidinya.

(Baca: Subsidi Dicabut, Tarif Listrik Pelanggan 900 VA Dinaikkan 3 Kali)

"Dana yang diambil dari (pencabutan) subsidi 900 VA ini untuk bangun infrastruktur jaringan. Kami tahu bangun jaringan di tempat yang makin jauh, makin remote, akan lebih besar dananya dari sebelumnya," ujar Jarman di Kantornya, Jakarta, Jumat (18/11).

Pemerintah akan mulai mencabut subsidi ini tahun depan. Seperti diketahui, anggaran subsidi listrik tahun 2017 hanya sebesar Rp 44,98 triliun, angka ini turun jika dibandingkan dengan subsidi listrik tahun 2016 yang sebesar Rp 65,15 Triliun. Sehingga, ada dana sekitar Rp 20,17 triliun dana yang bisa dihemat.

Dia memang tidak menyebutkan secara spesifik apa saja dan di mana saja tepatnya penghematan anggaran subsidi sebesar Rp 20,17 triliun ini digunakan. Beberapa waktu lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menargetkan seluruh desa di Indonesia sudah bisa menikmati listrik pada akhir masa pemerintahan Jokowi-JK tahun 2019.

Hingga saat ini masih ada sekitar 2.500 desa yang belum bisa mendapat aliran listrik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Jonan agar daerah tersebut bisa terlistriki dalam tiga tahun ke depan. “2019 tidak ada desa yang tidak dialiri listrik,” kata Jonan dalam acara DBS Insight di Jakarta, Kamis (17/11).

(Baca: Jokowi: Wilayah Papua Akan Terang Benderang pada 2019)

Terkait dengan data pelanggan yang akan dicabut subsidinya, Jarman memastikan sudah melalui pengecekan yang ketat. Selain Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), data ini juga telah diverifikasi ulang oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Namun, pemerintah masih membuka ruang bagi masyarakat miskin atau rentan miskin yang terkena pencabutan subsidi ini. Masyarakat tersebut bisa mengisi formulir di Kantor Keurahan setempat untuk mengajukan permohonan untuk bisa mendapat subsidi. Jika enggan ke kelurahan, bisa mendatangi kantor PLN atau kantor Kementerian ESDM.

Sekretaris Eksekutif TNP2K Ruddy Gobel mengatakan selama ini kelompok masyarakat yang memiliki tingat kesejahteraan yang tinggi lebih banyak menikmati subsidi. Dia emncontohkan, dalam rumah tangga miskin pemakaian listrik perbulan sekitar 67,56 kWh, sedangkan harga jual PLN sebesar Rp 416 per kWh dan besaran subsidi Rp 984 per kWh, sehingga golongan miskin dan rentan miskin hanya menerima subsidi sebesar Rp 66.000 per bulan.

Sedangkan, pemakaian listrik rata-rata pelanggan mampu adalah 124 kWh per bulan, harga jual PLN Rp 585 per kWh, sedangkan subsidi Rp 815 per kWh. Sehingga, besaran subsidi yang diterima golongan ini lebih besar, yakni Rp 101.000 per bulan. "Karenanya, kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan lebih, menikmati subsidi lebih besar," ujarnya.

Sebagai informasi, pencabutan subsidi ini akan dimulai awal tahun depan, dengan mekanisme kenaikan sebanyak tiga kali selama tahun 2017. Setelah itu, tarif pelanggan kelompok 900 VA ini baru mengikuti skema penyesuaian tarif seperti golongan 1.300 VA ke atas.

Kenaikan tarif dasar listrik mulai Januari-Februari menjadi sebesar Rp 791 per kWh. Penyesuaian kedua Maret-April menjadi Rp 1.034 per kWh. Penyesuaian ketiga yaitu bulan Mei - Juni menjadi Rp 1.352 per kWh. "Juli sampai seterusnya (tarif listrik) ikut dalam mekanisme tariff adjusment," ujar Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun.