51 Persen Proyek Listrik 35 Ribu MW Masih Belum Berkontrak

Arief Kamaludin|KATADATA
13/10/2016, 19.47 WIB

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus bergerak lebih cepat merampungkan proses pembangunan megaproyek pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW). Sebab, hingga kini baru 17.492 MW atau 49 persen dari megaproyek itu yang sudah terikat kontrak. Bahkan, dari jumlah itu, baru 25 persen yang memulai proses konstruksi dan rampung beroperasi.

Dalam bahan presentasi rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis ini (13/10), manajamen PLN menjelaskan, proyek listrik yang belum meneken kontrak atau Power Purchase Agreement (PPA) sebanyak 18.135 MW atau 51 persen dari total program 35 ribu MW. Perinciannya, sebanyak 22 persen masih tahap perencanaan dan 29 persen tahap pengadaan.

Jika ditelisik berdasarkan pihak kontraktornya maka sebanyak 6.741 MW atau 64 persen dari total bagian pengerjaan oleh PLN sebesar 10.560 MW belum terikat kontrak. Sedangkan dari bagian kontraktor listrik swasta (Independent Power Producer (IPP) sebesar 25.067 MW, yang belum meneken perjanjian sebanyak 11.394 MW atau 46 persen.

(Baca: Konsorsium Pertamina Menang Tender Proyek Listrik Jawa 1)

Alhasil, hingga saat ini, total proyek listrik yang sudah berkontrak sebanyak 17.492 MW atau 49 persen. Perinciannya, sebanyak 24 persen dalam tahap konstruksi dan 24 persen belum memulai konstruksi. Adapun yang sudah rampung dan beroperasi secara komersial baru 1 persen alias sebesar 164 MW.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan PLN Alihuddin Sitompul mengatakan, proses pembangunan megaproyek 35 ribu MW masih terganjal beberapa masalah teknis. Misalnya, pembebasan dan penyediaan lahan. "Dalam pelaksanaan ini ada indikasi yang menghambat, ini di luar kontrol kami," katanya di sela-sela rapat.

(Baca: Pemerintah dan PLN Kebut Megaproyek Listrik 35 GW)

Beberapa hambatan lainnya adalah, proses negosiasi harga antara PLN dan IPP yang berjalan alot, termasuk juga proses penunjukan dan pemilihan IPP. Selain itu, masalah pengurusan izin di tingkat nasonal dan daerah, kinerja sebagian developer dan kontraktor yang tidak sesuai target dan kapasitas manajemen proyek. Koordinasi lintas sektoral dan permasalahan hukum juga menjadi hambatan proyek itu.

Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Terkait penyediaan lahan, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016. Sedangkan terkait negosiasi harga, pembelian tenaga listrik oleh PLN dari IPP dilakukan berdasarkan harga patokan tertinggi dan tidak memerlukan persetujuan harga jual dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

(Baca: PLN Buka Lelang Empat Proyek Program Pembangkit 35 GW)

Solusi lainnya adalah, percepatan proses pengadaan IPP melalui penunjukan dan pemilihan langsung untuk pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marginal, dan ekspansi pembangkit.