PT Medco Power Generation Indonesia gagal mengikuti proses tender tahap kedua proyek pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa 1. Penyebabnya, anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk ini mempersoalkan skema perjanjian jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) yang berisiko terhadap keterlambatan pendanaan proyek tersebut.
Presiden Direktur Medco Power Generation Indonesia Lukman Mahfoedz menjelaskan, Konsorsium Medco memberikan catatan terhadap ketentuan PPA untuk mengikuti proses tender Jawa 1. Ketentuan yang tercantum dalam Request For Proposal (RFP) atau ketentuan tender ini terutama poin mengenai kelayakan pendanaan bank (bankability) dikaitan dengan rencana pasokan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). (Baca: Perusahaan Keluarga Puan Berpeluang Garap Proyek Listrik Jawa 1)
Penyebabnya adalah pembangkit listrik Jawa 1 ini merupakan proyek terintegrasi LNG dengan listrik. "Ini untuk pertama kalinya ada proyek terintegrasi LNG to Power, yang tanggung jawab infrastruktur regasifikasinya diserahkan kepada investor swasta (Independent Power Producer/IPP)," katanya kepada Katadata, Selasa (4/10).
Di satu sisi, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai penyelenggara proyek memang menjamin pasokan dan ketersediaan LNG untuk pembangkit Jawa 1. Namun, menurut Lukman, ada beberapa risiko yang harus ditanggung IPP untuk pengaturan pasokan LNG tersebut.
Namun, dia enggan menjelaskan lebih detail risiko-risiko tersebut. "Maaf detailnya kami tidak bisa ekspose karena terkait confidentiality (kerahasiaan)," katanya. Yang jelas, risiko itu menjadi sorotan Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) sebagai salah satu kreditor Medco.
Karena itu, Medco memasukkan usulan dalam proposal yang diajukannya kepada PLN untuk mengatasi permasalahan kelayakan pendanaan bank tersebut. Namun, PLN tidak dapat menerima adanya perubahan PPA yang sudah diberikan ke semua peserta lelang Proyek Jawa 1. (Baca: Dirut PLN Minta Perusahaan Keluarga Puan Ikuti Aturan Tender Jawa 1)
“Dengan demikian PLN tidak dapat melanjutkan evaluasi terhadap proposal konsorsium Medco di tahap selanjutnya,” kata Lukman. Menurut dia, Medco selalu berpedoman pada prinsip-prinsip komersial dan kaidah kehati-hatian (prudent) dalam melaksanakan proyek.
Mengacu kepada prinsip kelayakan pendanaan bank, kreditor Medco pun menilai ketentuan dalam perjanjian jual beli listrik yang diajukan PLN tersebut berpotensi mengakibatkan keterlambatan penyelesaian pendanaan (finansial close) Proyek Jawa 1. Padahal, penyelesaian pendanaan proyek pembangkit listrik berkapasitas 2x 800 Mega Watt itu harus dicapai dalam waktu setahun setelah penandatanganan PPA.
"Kami tidak ingin mengabaikan concerns lenders (kreditor) yang berpotensi keterlambatan project finance closed," kata Lukman. Kalau terjadi keterlambatan, maka Performance Security atau uang jaminan sebesar US$ 240 juta dapat ditarik oleh PLN. Alhasil, tanpa dukungan dan komitmen dari kreditor, Medco khawatir tidak bisa menjalankan proyek ini dengan tepat waktu. “Potensi risiko harus benar-benar diperhitungkan oleh Medco dan anggota konsorsium yang lain,” ujar dia.
Sekadar informasi, Medco bersama mitranya, Kepco dan Nebras, sebenarnya telah menyiapkan lahan bersertifikat di Marunda Industrial Estate, Muara Tawar, sejak tahun 2015 untuk membangun pembangkit listrik Jawa 1. Lokasinya bersebelahan dengan PLN Muara Tawar yang transmisinya hanya berjarak 2 kilometer dari Gardu Induk PLN Muara Tawar.
Sementara teknologi gas turbin yang dipilih Medco adalah dari GE, menggunakan HA-O2 yang sangat efisien dan kompetitif . Kontraktor EPC adalah Hyundai Engineering dari Korea, yang sedang memasang unit yang sama di tiga negara yang lain. “Jadi kami yakin bahwa tarif yang kami tawarkan ke PLN adalah benar-benar yang terendah dan kompetitif,” ujar Lukman. (Baca: Perusahaan Suami Puan Ikut Proyek Jawa 1, PLN Diminta Tender Ulang)
Lantaran Medco gagal lolos ke tahap berikutnya, saat ini tersisa tiga konsorsium yang mengikuti tender Proyek Jawa 1. Pertama, Konsorsium PT Perusahaan Jawa Bali/PJB (anak usaha PLN) bersama PT Rukun Raharja Tbk dan Mitsubishi Corporation. Kedua, Konsorsium PT Pertamina (Persero) dan Marubeni Corporation. Ketiga, Konsorsium PT Adaro Energy Tbk dengan perusahaan asal Singapura, Sembcorp.