Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merasa tidak yakin target lifting migas tahun ini akan tercapai. Lembaga ini juga tidak bisa menjamin produksi migas bisa meningkat hingga akhir tahun.
Sekretaris SKK Migas Budi Agustiono mengatakan salah satu penyebab produksi migas ini sulit diprediksi adalah faktor teknis dari setiap sumur. Kondisi aspek bawah permukaan (subsurface) sumur sulit untuk ditebak.
"Sama seperti manusia, sumur kalau musim hujan juga bisa flu. Ibarat subsurface ini berpori dan bernafas juga," kata Budi di Jakarta, Senin (18/7). (Baca: SKK Migas: Target Lifting Minyak Tahun Ini Tidak Akan Tercapai)
Selain terkait kendala teknis, Budi mengakui hal nonteknis juga ikut mempengaruhi kinerja hulu migas. Seperti hambatan dari stakeholder atau pemerintah daerah yang mengeluhkan dampak dari kegiatan industri migas di suatu wilayah.
Menurut Budi, keluhan ini terkait polusi debu dan lahan pertanian masyarakat yang terganggu akibat kegiatan operasional migas. Alhasil, dengan keluhan ini masyarakat meminta kompensasi kepada kontraktor migas.
Meski kontraktor sudah mengeluarkan dana untuk program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), kontraktor masih harus mengeluarkan dana lain terkait keluhan ini. Hal ini dianggap bisa membebani keuangan perusahaan.
"Kalau KKKS keluarkan lagi dana yang baru maka akan berpengaruh pada biaya operasi. Dalam kontrak PSC, semua biaya untuk mencari minyak boleh untuk di-recovery. Di luar itu tentunya auditor akan menyaring mana yang memang boleh mana yang tidak (masuk dalam cost recovery)," ujarnya. (Baca: SKK Migas: Lifting Tercapai Asal Harga Minyak Tak Lagi Turun)
Budi menambahkan, KKKS tidak bisa serta Merta mengeluarkan dana untuk kompensasi, karena mempengaruhi cost recovery. Sebab status badan usaha KKKS di dalam negeri merupakan Badan Usaha Tetap (BUT) yang tidak bertempat di Indonesia, melainkan berkantor di luar negeri.
Meski banyak kendala produksi yang sulit diprediksi, kata Budi, saat ini total lifting migas masih lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Bahkan angkanya juga masih lebih tinggi dari target lifting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P) 2016.
Dalam APBN-P 2016, target lifting migas ditetapkan sebesar 1,93 juta BSMPH. Dengan rincian, lifting minyak sebesar 820 ribu barel per hari dan lifting gas sebesar 1,11 juta (bsmph).
"Sampai semester I atau akhir Juni capaian lifting migas 1,98 juta bph, untuk produksi migas sudah 101,7 persen dari target APBN-P," ujarnya. Namun, dia tidak menjelaskan lebih rinci berapa besaran volume lifting minyak dan berapa lifting gasnya. (Baca: Kinerja Produksi Minyak 25 Kontraktor Migas di Bawah Target)
Menurut Budi, pencapaian target ini disokong oleh kinerja blok Cepu di Lapangan Banyu Urip yang sejak April lalu produksinya mulai meningkat 165 ribu bph. Sementara produksi di lapangan lain mengalami penurunan akibat harga minyak yang masih rendah.