Menteri Sudirman: Lima "Pembangkangan" PLN

Katadata
Sofyan Basir dan Sudirman Said
Penulis: Miftah Ardhian
22/6/2016, 10.53 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyentil PT Perusahaan Listrik Negara yang dianggap kerap tidak sejalan dengan regulasi. Misalnya, PLN sering menentang kebijakan Kementerian Energi dalam pengerjaan proyek listrik, terutama untuk program 35.000 MW.

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi Energi, Sudirman bercerita tentang direksi PLN yang “membangkang” atas kebijakan yang telah dibuatnya. Sedikitnya terdapat lima masalah besar antara regulasi yang dibuat Kementerian dan implementasi oleh PLN. (Baca: Rencana Proyek Listrik Disahkan, Menteri ESDM: Hentikan Polemik).

“Market tidak melihat kesatuan gerak antara regulasi dan implementasi. Regulasi dibuat untuk memberi kemudahan, namun implementasinya kadang tidak sesuai,” kata Sudirman di Komisi Energi DPR, Jakarta, Selasa, 21 Juni 2016. Sudirman lalu merinci lima masalah tersebut.

Pertama, tentang pembelian kelebihan tenaga listrik. Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor  3 Tahun 2015 mengatur pembelian excess power oleh PLN dengan harga yang menarik (harga patokan tertinggi). Namun, PLN malah menerbitkan Pedoman Pembelian Excess Power berdasarkan HPS dengan menghitung Capital Cost Recovery Rate. Dampaknya, penjualan excess power menjadi tidak menarik sehingga upaya penanganan krisis listrik terhambat.

Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 memberikan penyederhanaan proses pembangkit swasta (IPP). Di sisni PLN dapat menunjuk independent procurement agen untuk proses pengadaannya. Namun, PLN justru memberikan banyak tambahan aturan baru. Dampaknya, proses pengadaan IPP menjadi panjang.

Ketiga, Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2015 mengatur FIT Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) skala di bawah 10 MW dengan harga 6,75 - 14,4 US sen  per kwh. Namun, PLN menetapkan tarif sendiri yang berujung pada pembangunan pembangkit dengan energi baru dan terbarukan (EBT) terhambat sehingga bisa menyebabkan target bauran EBT 23 persen pada 2025 tidak tercapai. (Baca: Kementerian BUMN Dukung PLN Soal Tarif Listrik Mikro Hidro).

Keempat, daerah krisis atau yang belum terjangkau listrik PLN dapat dilistriki badan usaha lain. Namun, pada Agustus 2015, PLN keberatan melepas sebagian wilayah usahanya karena dianggap sebagai aset dan sudah melakukan perencanaan terhadap wilayah tersebut. Dampaknya, penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum terjangkau PLN, daerah krisis, dan beberapa kawasan industri menjadi terhambat.

Kelima, proyek transmisi arus searah tegangan tinggi atau high voltage direct current transmission (HVDC) Sumatera - Jawa 500 kiloVolt yang telah diputuskan untuk dikerjakan sesuai kajian, namun PLN justru mengkaji ulang. Padahal, pendanaan sudah jelas dan tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2016-2025. Dampaknya, pelaksanaan proyek 35.000 MW terhambat.

Menyikapi hal ini, Anggota komisi VII DPR RI Ramson Siagian mengkritisi salah satu permasalahan tersebut. Ramson mengatakan, tarif PLTMH yang lebih besar dari harga jualnya kemungkinan menjadi penyebab PLN tidak menuruti kebijakan Kementerian. Namun, Sudirman segera mebantahnya. Menurutnya, PLN telah mengikuti diskusi yang dilakukan dengan mempertimbangkan alasan-alasan akan naiknya tarif PLTMH.

“Tidak ada regulasi yang dibuat tanpa keterlibatan PLN. Seluruh regulasi sebelum dibuat, diundang PLN untuk ikut mengkaji,” ujar Sudirman. (Baca: Tak Turuti Menteri ESDM, PLN Tolak Cabut Tarif Listrik Mikro Hidro).

Mendapat sentilan tersebut, Direktur Utama PLN Sofyan Basir enggan menanggapinya secara menyeluruh. Sofyan hanya mengatakan penambahan aturan dalam proses tender memang sengaja dibuat untuk betul-betul menyaring investor yang bisa menyelesaikan proyek yang ditenderkan.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir
(ARIEF KAMALUDIN | KATADATA)

“Kami punya hak untuk itu dan jangan sampai kejadian masa lalu kontrak ini diperjualbelikan sehigga berlarut-larut proses pelaksanaan pembangunan,” ujar Sofyan. (Lihat pula: PLN Gandeng Kejaksaan Agung Kawal Proyek 35 GW).