Bertemu Jokowi, Kontraktor Listrik Masih Keluhkan Masalah Perizinan
Kontraktor dan praktisi kelistrikan mengeluhkan kesulitannya dalam mengurus perizinan. Keluhan ini disampaikan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Kontraktor Mekanikal dan Elektrikal Indonesia (AKLI) dan Asosiasi Profesionalis Elektrikal Indonesia (APEI) saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6).
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum APEI Puji Muhardi menjelaskan sulitnya perizinan usaha dan sertifikasi tenaga kerja. Saat ini sekitar 80 persen anggota AKLI belum berbadan hukum. Mereka tidak mampu memperpanjang izin usaha, karena harus mengubah statusnya menjadi perseroan terbatas (PT).
Selain itu, mereka juga harus memiliki banyak tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi. Sertifikat yang harus dimiliki bukan hanya profesi, badan usahanya pun harus disertifikasi. Ini merupakan syarat perizinan usaha.
Untuk bisa berusaha jasa konstruksi di Indonesia harus memiliki berbagai macam sertifikat badan usaha. Sertifikat ini dikeluarkan oleh beberapa lembaga dan kementerian, yakni Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Tenaga Kerja.
“Ibarat ojek, kami harus punya tiga SIM, tiga STNK, dan dua BPKB," kata Puji usai bertemu dengan Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6). (Baca: Perizinan Proyek Listrik Dipangkas Separuh dan Waktunya Kurang 10 Bulan)
Lebih lanjut, AKLI dan APEI juga mengeluhkan perizinan usaha ketenagalistrikan dan usaha jasa konstruksi yang tumpang tindih, yakni Undang-Undang Jasa Konstruksi, Undang-Undang Ketenagalistrikan, dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hal ini dianggap memberatkan para anggota AKLI dan APEI dan dikhawatirkan akan menurunkan daya saing perusahaan dan tenaga kerja dalam memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Puji ingin pemerintah dapat memperbaiki masalah tumpang tindih aturan dan menyederhanakan semua perizinan. Dengan demikian kelangsungan usaha para angora AKLI dan APEI bisa bersaing dan punya daya saing di dalam negeri.
Mendengar keluhan tersebut, Jokowi mengakui bahwa masalah perizinan merupakan sebuah pekerjaan besar yang harus dilakukan pemerintah. Pembenahan masalah perizinan ini harus dilakukan untuk semua sektor usaha, bukan hanya sektor kelistrikan.
"Memang perizinan kita ini ruwet, bertele-tele, dari meja ke meja tidak selesai-selesai, yang keempat harus bayar semuanya," kata Jokowi. (Baca: 2016, ESDM Targetkan Perizinan Sektor Energi Hanya 10 Izin)
Dia sempat heran mengenai banyaknya keluhan dalam mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), yang bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu. Padahal saat dia datang langsung ke kantor pelayanan SIUP, izin ini bisa selesai hanya dalam dua menit. “Saya tanya, ini ruwetnya di mana? Kok yang lain bisa berminggu-minggu?" ujarnya.
Ternyata yang menyebabkan prosesnya bisa lama adalah pihak yang menandatangani SIUP tersebut. Saking jengkelnya, Presiden mendatangi langsung ruangan kepala kantor pelayanan SIUP ini. Namun, dia tidak berhasil menemuinya, karena pejabat tersebut sedang tidak berada di kantornya.
Dia pun menceritakan kegeramannya terkait peraturan daerah yang tidak produktif, dan menghambat proses perizinan. Akibatnya pekan lalu pemerintah menghapus 3.143 peraturan daerah tersebut. Menurutnya, di era kompetisi sekarang ini, perlu kecepatan dalam memutuskan dan bertindak di lapangan.
"Saya yakin kita mampu melakukan itu, tapi harus dengan cepat, jangan sampai ketinggalan dengan negara lain," ujar Presiden Joko Widodo. (Baca: Masih Ada Ribuan Perda yang Akan Dihapus)
AKLI dan APEI merupakan wadah dari para instalatur listrik Indonesia. Pengusaha dan praktisi ahli ini merupakan mitra PT perusahaan Listrik Negara (Persero) dalam pembangunan infrastruktur kelistrikan khususnya di dalam negeri.
Keluarga besar AKLI beranggotakan 7.300 perusahaan yang tersebar di 33 propinsi dan 175 kabupaten/kota. Jumlah total karyawan perusahaan ini sekitar 50.000 orang dari Sabang sampai Merauke.
Mereka siap mendukung sepenuhnya program pemerintah, terutama program listrik 35 GW infrastrukturnya, selama pemerintah melibatkan. Presiden mengapresiasi komitmen ini. Dukungan kontraktor kelistrikan ini tentunya bisa membantu meringankan tugas PLN.
Apalagi, kata Jokowi, banyak yang meragukan bahwa pemerintah bisa merealisasikan program kelistrikan ini dalam lima tahun. Keraguan ini bukan tanpa alasan karena selama ini, setelah 70 tahun merdeka, Indonesia hanya memiliki 53 GW. (Baca: PLN Gandeng Kejaksaan Agung Kawal Proyek 35 GW)
Meski begitu, Jokowi tetap bertekad untuk terus menjalankannya. Proyek listrik ini sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia yang masih kekurangan listrik. Dia memerintahkan para menterinya dapat berkerja keras mewujudkannya. "Dengan cara apapun ini harus bisa diselesaikan. Kalau biasa kerja satu shift, ya sekarang kita kerja tiga shift, dikerjakan siang malam," tegas Presiden.